Hubungan antar-ras di Australia telah begitu memburuk sehingga beberapa pemimpin komunitas takut kekerasan akan meledak dalam sebuah vakum politik dimana pemerintahan baru, yang tidak memperoleh suara mayoritas besar, harus bergantung pada dukungan partai-partai yang telah memicu perselisihan.
Potensi kekerasan setelah kampanye pemilihan umum yang pahit, di antaranya memunculkan seruan untuk melarang imigrasi Muslim, tampak jelas bagi orang-orang seperti Muhammad Taqi Haidari yang lahir di Afghanistan.
Haidari, dari minoritas Muslim Syiah Hazara, tidak pernah lagi mengatakan kepada orang lain bahwa namanya Muhammad. Ia lebih suka memakai nama Taqi.
"Ketika ada masalah seperti insiden Paris dan sekarang di Nice mereka mendengar nama Muhammad. Mereka menyamakan saya sebagai salah satu dari Muhammad-Muhammad itu," ujar Haidari, yang tinggal di pinggiran kota Sydney untuk warga menengah ke bawah.
Australia, sekutu setia AS dengan pasukan di Afghanistan dan Irak, tidak menghadapi kekerasan massal yang terjadi pada sekutu-sekutu Amerika lainnya, terutama di Eropa.
Di Australia, partai-partai gurem seperti One Nation dan tokohnya Pauline Hanson, yang pertama kali dikenal secara global pada akhir 1990an karena sikapnya yang kontroversial, telah mengeksploitasi ketakutan yang ditimbulkan serangan-serangan seperti di Paris dengan mengatakan bahwa imigrasi Muslim harus dihentikan.
Namun para pemimpin-pemimpin masyarakat seperti Stepan Kerkyasharian, veteran mantan kepala dewan anti-diskriminasi, khawatir retorika mereka akan memicu aksi balas dendam terhadap para migran Muslim.
Potensi Kekerasan
Kekhawatiran yang lebih mendesak bahkan muncul setelah kemenangan tipis koalisi konservatif Australia pada pemilu 2 Juli, yang menguatkan suara pemain-pemain gurem dalam politik seperti Hanson.
"Intensitas dan perasaan (akan adanya kekersan) telah ada beberapa lama tapi sekarang menjadi wacana publik. Salah besar jika kita meremehkan potensi kekerasan," ujar Kerkyasharian kepada Reuters.
"Sayangnya ada keengganan dari kepemimpinan politik untuk mengajak orang-orang berdebat dan berdiskusi secara rasional mengenai hal ini," katanya.
Hubungan ras telah berpotensi meledak kurang dari empat minggu sejak Hanson dikukuhkan akan kembali ke parlemen Australia. Penampilannya di depan umum telah menarik demonstran dan pendukung dalam jumlah yang jarang terlihat dalam politik Australia.
Terlihat ramah dan damai dari luar, Australia memiliki catatan hubungan ras yang mengganggu. Kebijakan Australia Kulit Putih, yang baru diberlakukan akhir tahun 1960an, lebih menyukai migran Eropa dibandingkan non-kulit putih. Warga Aborigin di Australia diatur di bawah undang-undang flora dan fauna sampai saat itu dan sampai sekarang tetap tertinggal di paling belakang dalam hal melek aksara, kesehatan dan standar ekonomi.
Sebelumnya ada juga ledakan-ledakan rasial. Tahun 2005, kerusuhan pecah di Cronulla, pinggiran kota Sydney, antara warga kulit putih dan orang-orang Lebanon dari daerah lain, yang menarik perhatian internasional.
Duncan Lewis, direktur jenderal Organisasi Intelijen Keamanan Australia, mengatakan kepada sebuah komite parlemen bulan Mei bahwa 59 warga Australia telah tewas saat berperang dengan Negara Islam (ISIS) di Irak dan Suriah.
Jadi tidak terlalu mengejutkan ketika banyak orang Australia biasa, dan bahkan para pembawa acara televisi, telah mendukung larangan imigrasi Muslim yang dikampanyekan Hanson, memicu debat sengit pada acara-acara utama di televisi dan di media sosial.
Posisinya yang tidak disangka-sangka berpengaruh setelah pemilu -- Hanson dan sekelompok kecil lainnya kemungkinan akan membentuk blok di parlemen yang suaranya akan menentukan pengesahan atau penolakan legislasi -- berarti bahwa para politisi arus utama tidak bisa mengabaikannya.
Dengan pengaruh baru tersebut, Hanson merilis sebuah pesan video pekan lalu setelah bertemu Perdana Menteri Malcolm Turnbull, mengatakan kepada para pendukungnya mereka telah membahas beberapa kebijakan dan bahwa ia "siap mendengarkan saya."
Kebangkitan Sayap Kanan
Kebangkitan One Nation di Australia menggaungkan apa yang telah terlihat di Eropa, di mana pemerintah-pemerintah sentris ditantang oleh partai-partai sayap kanan yang anti-imigrasi setelah ratusan ribu pengungsi datang, melarikan diri dari perang di Afghanistan, Suriah dan Irak.
Brian Burston, yang mewakili partai One Nation di New South Wales, negara bagian paling padat penduduknya di Australia, mengatakan bahwa moratorium imigrasi Muslim diperlukan untuk mengurangi rasa takut masyarakat.
Hanson mengatakan kepada Reuters bahwa larangan atas masjid-masjid baru dan imigrasi Muslim merupakan isu-isu yang mengena di kalangan pemilih. Ia tidak menanggapi permintaan baru-baru ini untuk wawancara.
Muhammad Ali, warga keturunan Afghanistan berusia 30 tahun yang tinggal di Sydney, mengatakan komentar-komentar Hanson yang anti-Islam sudah membuat orang-orang berisiko.
"Hanson punya hak berbicara. Tapi ia bertanggung jawab tidak jika sesuatu terjadi akibat kata-katanya," ujar Ali. [hd]