Krisis HAM di seluruh dunia pada tahun lalu memburuk, mulai dari Ukraina hingga China sampai Afghanistan, kata Human Rights Watch dalam laporan tahunan terbarunya yang dirilis pada Kamis (12/1).
Tetapi suara kepemimpinan baru yang memperjuangkan hak asasi telah muncul, menurut laporan itu.
Laporan Dunia 2023 meninjau keadaan hak asasi manusia di hampir 100 negara di mana organisasi yang berbasis di New York itu beroperasi.
“Kesimpulan jelas yang ditarik dari serangkaian krisis HAM pada tahun 2022 – mulai dari serangan disengaja terhadap warga sipil di Ukraina oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, dan penjara terbuka Xi Jinping bagi warga Uighur di China hingga Taliban yang membuat jutaan orang Afghanistan terancam kelaparan – adalah kekuatan otoriter yang tidak terkendali menyebabkan lautan penderitaan manusia,” kata laporan itu.
“Namun, 2022 juga mengungkapkan pergeseran fundamental dalam kekuasaan di dunia yang membuka jalan bagi semua pemerintah terkait untuk melawan pelanggaran ini dengan melindungi dan memperkuat sistem HAM global,” kata laporan tersebut.
Ukraina
Menyusul invasi Rusia terhadap Ukraina, para penulis laporan itu mengatakan bahwa komunitas global patut mendapatkan pujian karena melepaskan apa yang disebutnya “arsenal penuh” sistem HAM, termasuk investigasi oleh Mahkamah Kejahatan Internasional.
“Kami melihat tanggapan langsung dari komunitas internasional untuk memobilisasi dukungan HAM penting, termasuk menetapkan mekanisme keadilan internasional dan pengumpulan bukti bagi kejahatan perang,” kata Tirana Hassan, penjabat direktur eksekutif Human Rights Watch kepada VOA.
Di kota-kota seperti Bucha dan Izyum, ada bukti luas mengenai penyiksaan, eksekusi dan pemerkosaan warga sipil Ukraina oleh tentara pendudukan Rusia. Dewan HAM PBB telah mendokumentasikan ratusan pembunuhan warga sipil, yang diperkirakan sebagian kecil saja dari keseluruhannya.
Menyusul lawatan ke Ukraina pada Desember lalu, Volker Türk, Komisioner Tinggi PBB urusan HAM, mengatakan, perang “terus ditandai dengan pelanggaran berat hukum hak asasi internasional.”
“Dalam beberapa kasus, tentara Rusia mengeksekusi warga sipil di tempat-tempat penahanan darurat. Yang lainnya dieksekusi di tempat, di luar proses hukum, menyusul pemeriksaan keamanan – di rumah-rumah, pekarangan dan pintu masuk mereka. Bahkan di mana korban telah jelas menunjukkan mereka bukan ancaman, misalnya, dengan mengangkat tangan. Ada indikasi kuat bahwa eksekusi di luar proses hukum yang didokumentasikan dalam laporan itu mungkin merupakan kejahatan perang berupa pembunuhan disengaja,” kata Türk kepada wartawan pada 15 Desember.
Human Rights Watch mengatakan negara-negara Barat seharusnya dapat bertindak melawan Rusia sebelum invasinya terhadap Ukraina pada Februari 2022.
“Keberanian Putin telah dimungkinkan kebanyakan karena kebebasannya untuk bertindak tanpa dikenai hukuman, yang telah berlangsung lama,” kata laporan itu.
“Hilangnya nyawa warga sipil di Ukraina tidak mengejutkan warga Suriah yang mengalami pelanggaran berat akibat serangan udara setelah intervensi Rusia untuk mendukung pasukan Suriah di bawah Bashar al-Assad pada tahun 2015.”
China
Human Rights Watch menyoroti pelanggaran yang terus berlangsung di China, termasuk penahanan massal, penganiayaan dan kerja paksa hingga satu juta Muslim di wilayah Xinjiang. Beijing membantah tuduhan tersebut.
Pada Oktober lalu, sebuah resolusi untuk memulai perdebatan mengenai pelanggaran Beijing terhadap warga Uighur gagal karena kekurangan dua suara. Namun, laporan itu mengatakan kekurangan suara yang tipis itu “menunjukkan potensi aliansi lintas wilayah dan koalisi baru untuk bersatu menantang harapan impunitas pemerintah China.”
Hassan mengatakan pemungutan suara di PBB merupakan momen penting.
“Apa yang kita lihat untuk pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama adalah adanya keretakan pada kekuatan otoriter,” katanya kepada VOA.
Afghanistan
Di Afghanistan, Taliban telah memberlakukan sejumlah undang-undang yang melanggar hak-hak dasar perempuan dewasa dan anak-anak, termasuk kebebasan bergerak, hak untuk bekerja dan mencari nafkah, serta akses ke pendidikan dan layanan kesehatan.
“Pasukan keamanan Taliban sepanjang tahun lalu melakukan penahanan sewenang-wenang, penganiayaan dan eksekusi di luar proses hukum terhadap mantan pejabat keamanan dan siapapun yang dianggap musuh,’” kata laporan itu.
Iran
Di Iran, protes yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini setelah ia ditahan oleh polisi moralitas telah berkembang menjadi demonstrasi nasional menentang pemerintah.
Human Rights Watch mengatakan eksekusi sedikitnya empat pengunjuk rasa dalam beberapa pekan ini harus mendorong respons global yang lebih kuat.
“Kita perlu melangkah lebih dari solidaritas internasional bagi para pengunjuk rasa dan perlu memastikan bahwa pemerintah di seluruh dunia menuntut pertanggungjawaban para pejabat Iran,” kata Hassan kepada VOA.
Myanmar
Laporan itu juga mengutip peningkatan pelanggaran HAM di Myanmar. Para penulis mengatakan rezim di sana melancarkan serangan terhadap berbagai komunitas di negara itu yang menentang kudeta militer tahun 2021.
“Pasukan keamanan junta telah melancarkan pembunuhan massal, penangkapan sewenang-wenang, penyiksaan, penganiayaan seksual dan pelanggaran lainnya yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata laporan itu. “Kebebasan berbicara dan berkumpul menghadapi pembatasan ketat. Operasi militer yang diperluas telah menimbulkan banyak kejahatan perang terhadap populasi etnis minoritas di negara bagian Kachin, Karen, Karenni dan Shan.”
Ethiopia
Di Ethiopia, Human Rights Watch mengatakan proses perdamaian yang dipimpin Uni Afrika baru-baru ini telah menghasilkan gencatan senjata yang rapuh.
“Memastikan bahwa ada pertanggungjawaban atas kejahatan mengerikan yang terjadi di wilayah Tigray, misalnya, akan penting agar gencatan senjata dan perjanjian ini dapat benar-benar ditegakkan,” kata Hassan.
Perubahan Iklim
Human Rights Watch mengatakan perubahan iklim memiliki dampak yang kian besar terhadap hak-hak dasar di setiap penjuru dunia, mulai dari banjir yang menghancurkan di Pakistan hingga kebakaran hutan di AS. Organisasi itu mengatakan pemerintah memiliki kewajiban hukum dan moral untuk meregulasi industri seperti ekstraksi bahan bakar fossil yang tidak sesuai dengan perlindungan HAM.
“Pemerintah harus bertindak segera dalam menjunjung HAM dalam tanggapan mereka terhadap situasi iklim ekstrem dan perubahan lambat yang sudah tak terhindarkan lagi, melindungi populasi yang paling terancam, termasuk masyarakat adat, perempuan, anak-anak, lansia, penyandang disabilitas, dan orang-orang yang hidup dalam kemiskinan,” kata laporan itu. [uh/ab]
Forum