Sampai saat berita ini diturunkan perhitungan suara belum selesai, namun dapat dipastikan Partai Republik meraih kemenangan tipis di DPR, menjadi mayoritas dengan selisih kursi tipis dari Partai Demokrat, sementara Partai Demokrat tetap menguasai Senat.
Tadinya GOP, sebutan untuk Partai Republik, meramalkan kemenangan besar pada 8 November, dan strategi untuk menyerang Demokrat seputar inflasi serta menampilkan sejumlah kandidat yang mendengungkan kecurangan pemilihan pada 2020 tampaknya akan sukses. Ternyata ini merupakan kesalahan yang fatal.
Berikut adalah pemaparan Elaine Kamarck, peneliti senior dan Direktur Center for Effective Public Management di Brookings Institution, Washington DC.
“Mereka (Partai Republik, red.) tidak pernah memiliki alasan kuat dan saya berpendapat banyak warga Amerika khususnya Republikan, bersedia menunggu kalau-kalau ada bukti bahwa pemilihan pada 2020 curang, dicuri dari Donald Trump, jadi pemilih memberi Partai Republik peluang untuk sementara. Tetapi setelah dua tahun tanpa bukti apa-apa tentang kecurangan pada 2020, orang mengatakan, Partai Republik ini mengada-ada saja, mereka itu radikal, dan mereka cuma berkilah tentang kejadian dua tahun lalu serta tidak membahas tentang pemilih dan keprihatinannya,” ulasnya.
Kamarck berpendapat, isu tentang pencurian pemilihan dari Trump ini sangat merugikan Partai Republik, karena isu ini menyebabkan mereka tidak memperhatikan keprihatinan pemilih.
Pengamatan diaspora Indonesia, Marjono Reksopuro, yang bermukim di Portland, Oregon, menunjukkan betapa generasi muda dan perempuan menyebabkan kemenangan di pihak Demokrat.
“Generasi X, Y, dan Z mereka berbondong-bondong memilih, mereka mencegah gelombang merah menjadi kenyataan, dan saya rasa pembalikan hak aborsi dan perubahan iklim ikut berperan. Kedua, faktor perempuan, saya menganggapnya sebagai buah simalakama. Kenyataannya perempuan nggak suka diatur apa yang harus mereka lakukan dengan tubuh mereka, dan mereka berdatangan dalam jumlah besar ke TPS,” ujar Marjono.
Marjono juga menambahkan, kepemimpinan Partai Demokrat, yang tidak mengabaikan pemilih, dan mendatangkan Presiden Joe Biden dan Barack Obama untuk aktif berkampanye telah membuahkan kesuksesan untuk Partai Demokrat ini.
Meskipun Partai Republik baru saja mengalami kekalahan yang besar, namun Donald Trump mengumumkan pencalonan dirinya pada Selasa yang lalu. Kearifan dari keputusan ini dipertanyakan oleh Kamarck.
“Dia mungkin telah memilih momen terburuk untuk mengumumkan pencalonan dirinya, pada saat Partai Republik terpuruk dalam pemilihan ini, kalah dalam pemilihan yang seharusnya mereka menangkan. Kedua, pengumumannya diikuti oleh orang-orang Partai Republik yang menjauhkan diri, sangat mencengangkan menyaksikan jumlah orang yang menjauhinya. Lalu kelompok media Rupert Murdoch yang selama ini mendukung Trump dan malahan ikut membentuk dirinya sebagai tokoh politik, juga menjauhi. Tengok saja New York Post yang secara sarkastik menuliskan berita pencalonan dirinya.”
Kamarck menambahkan, jelas sudah Partai Republik sedang mencari alternatif lain dan mereka kini memiliki dua calon kuat, gubernur Florida Ron de Santis dan sudah tentu mantan WaPres Mike Pence, keduanya bisa menimbulkan tantangan kuat terhadap pencalonan diri Trump.
Para analis memperkirakan ke depannya kita akan menyaksikan Partai Republik yang akan diliputi kekisruhan serta arah kebijakan yang tidak jelas. (jm/uh)
Forum