Lima manikin atau boneka berwujud manusia dipajang di depang Gedung Negara Grahadi, di Surabaya, Jumat (22/4). Boneka berbentuk manusia itu memakai pakaian dari aneka plastik kemasan produk ukuran kecil. Aksi dari aktivis lingkungan ECOTON, River Warrior, Komunitas Nol Sampah, serta sejumlah mahasiswa ini ingin mengingatkan masyarakat kerusakan lingkungan dan bahaya plastik bagi masa depan bumi.
Koordinator Aksi dari ECOTON, Muhammad Kholid Basyaiban, mengatakan plastik sekali palai terutama kemasan produk ukuran kecil atau sachet, telah menyumbang jumlah sampah plastik paling banyak di alam, atau sekitar 23 persen dari keseluruhan jumlah sampah. Dari plastik itu pula, Kholid mengingatkan bahaya mikroplastik bagi kesehatan manusia, serta kelestarian lingkungan hidup.
“Lima tahun ini penelitian ECOTON, bukan hanya di perairan, jadi kita juga merambah di udara bahwa kita ada temuan mikroplastik di udara. Bahkan di tempat yang minim aktivitas manusia kita menemukan kontaminan mikroplastik. Jadi, bahayanya sampah plastik terutama sachet itu ketika terpapar sinar matahari atau pun air, panas, lama kelamaan akan terfragmentasi menjadi mikroplastik,” jelas Muhammad Kholid Basyaiban.
Hanie Ismail, dari Komunitas NOL SAMPAH Surabaya, menyebut penggunaan plastik sekali pakai termasuk sachet di masyarakat semakin meningkat dalam dua tahun terakhir, terutama saat pandemi COVID-19 mengharuskan konsumsi masyarakat bergantung pada bantuan plastik kemasan.
“Dalam kurun waktu beberapa tahun ini malah semakin meningkat, menurut kami. Karena, kalau kita lihat seperti plastik, sachet dan lain-lain, itu karena mereka mikirnya packagingnya simple banget, makanya sering diminati sama masyarakat. Jadi, pada dasarnya semua orang sekarang ini semakin tergantung dengan plastik. Jadi, keberadaan plastik terutama sachet, plastik sekali pakai, itu semakin hari semakin meningkat,” kata Hanie Ismail.
Hanie mengingatkan bahaya plastik yang dibiarkan tidak terurus dan dibuang sembarangan, dapat mencemari ekosistem muara, yang menjadi tempat hidup berbagai spesies tanaman maupun satwa.
Kholid menambahkan, peringatan Hari Bumi yang diperingati pertama kali di Amerika Serikat pada 1970, mengajak masyarakat bersama-sama menjaga bumi dari kerusakan dan kehancuran akibat ulah manusia, khususnya dari sampah plastik yang dihasilkan.
“Harapan kita untuk aksi di Hari Bumi yang temanya itu, Selamatkan Manusia dari Sachet, harapannya untuk masyarakat sendiri mengurangi pemakaian sachet, terutama sachet-sachet bungkus kopi, bungkus minuman, bungkus sabun, sampo, deterjen dan lain-lain. Harapan juga ke perusahaan, yaitu dia harus bertanggung jawab terkait sachet yang ada di lingkungan,” imbuh Muhammad Kholid Basyaiban.[pr/em]