Tautan-tautan Akses

Hampir 500 Migran Dicegat di Lepas Pantai Libya


Migran dari Eritrea, Mesir, Suriah dan Sudan diselamatkan oleh para pekerja bantuan dari NGO Open Arms di Laut Mediterania, setelah melarikan diri dari Libya, 2 Januari 2021. (AP Photo/Joan Mateu)
Migran dari Eritrea, Mesir, Suriah dan Sudan diselamatkan oleh para pekerja bantuan dari NGO Open Arms di Laut Mediterania, setelah melarikan diri dari Libya, 2 Januari 2021. (AP Photo/Joan Mateu)

Setidaknya 480 migran dicegat di lepas pantai Libya oleh pasukan penjaga pantai setempat selama akhir pekan, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), badan urusan migrasi PBB.

Mereka termasuk di antara 4.500 orang yang telah dibawa kembali ke Libya tahun ini setelah mencoba menyeberangi Laut Tengah yang berbahaya ke Eropa, kata IOM dalam cuitan di Twitter, Minggu (28/3).

Foto-foto yang diposkan IOM menunjukkan para staf mereka sedang membagikan selimut kepada para migran setelah mereka tiba di darat, tetapi badan itu juga menyuarakan keberatannya atas perlakuan terhadap para migran itu di negara yang dilanda perang itu. “Kami berpendapat bahwa Libya bukanlah tempat yang aman,'' kata IOM di Twitter.

IOM mengungkapkan bahwa 310 migran dibawa kembali ke pantai pada Sabtu malam, sementara 173 lainnya dipulangkan pada Minggu.

Pada tahun-tahun sejak pemberontakan yang didukung NATO pada 2011 menggulingkan dan menewaskan diktator Moammar Gadhafi, Libya telah muncul sebagai titik transit dominan bagi para migran yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan di Afrika dan Timur Tengah.

Dengan meminta bayaran, penyelundup sering mengangkut keluarga-keluarga yang putus asa itu ke dalam perahu-perahu karet bermotor yang tidak bisa menjamin keselamatan mereka. Perahu-perahu itu sering terombang-ambing atau kandas dalam rute perjalanan mereka di Laut Tengah.

Dalam beberapa tahun ini, Uni Eropa telah bermitra dengan Garda Pantai Libya dan kelompok-kelompok lokal lain untuk membendung penyeberangan laut yang berbahaya tersebut. Kelompok-kelompok HAM mengatakan kebijakan itu membuat para migran bergantung pada kelompok-kelompok bersenjata atau terkurung di pusat-pusat penahanan jorok yang penuh dengan pelanggaran.

Pada 19 Januari, satu kapal yang membawa migran menuju Eropa terbalik di Laut Tengah, di lepas pantai Libya, dan setidaknya 43 orang tenggelam. Tragedi itu menandai bencana maritim pertama pada 2021 yang melibatkan para migran yang mencari kehidupan yang lebih baik di Eropa. IOM mengutip pernyataan sejumlah penyintas yang mengatakan bahwa mereka yang tewas adalah orang-orang dari negara-negara Afrika Barat. [ab/ka]

XS
SM
MD
LG