Jalan utama Pont Sandé di Haiti, yang biasanya ramai, sebagian besar tetap kosong pada Senin (7/10), dengan hanya segelintir mobil yang lewat sementara suara tembakan terdengar di kejauhan. Kawasan pasar di dekat lokasi serangan geng brutal yang terjadi pada Kamis (3/10) lalu yang menyebabkan sedikitnya 70 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka, ditinggalkan begitu saja.
Setelah pembantaian itu, pemerintah Haiti mengerahkan kendaraan lapis baja, petugas polisi elit, dan pasokan medis ke daerah tersebut ketika Perdana Menteri Garry Conille mengunjungi satu-satunya rumah sakit yang dipenuhi pasien yang luka-luka.
Pada Senin pagi, polisi masih berusaha mencapai kawasan di Pont- Sondé. Polisi Nasional Haiti dan misi yang dipimpin oleh polisi Kenya sibuk melakukan berbagai hal, berjuang untuk mengerahkan dan mempertahankan pasukan di ibu kota, Port-au-Prince.
Insiden tersebut adalah pembantaian terbesar yang pernah terjadi di wilayah tengah Haiti yang dulunya damai. Kini ribuan orang menghadapi masa depan yang tidak menentu, kehilangan pekerjaan, rumah, dan keluarga.
Ribuan orang yang kehilangan tempat tinggal akibat kekerasan di Pont-Sondé telah berjalan ke arah barat selama berjam-jam, hingga mencapai kota, berharap memperoleh keamanan, makanan dan tempat untuk tidur.
“Kematian ini tidak terbayangkan,” kata Wali Kota Myriam Fièvre ketika bertemu dengan para penyintas.
Mayoritas dari 6.270 orang yang kehilangan tempat tinggal akibat serangan itu mendapat tempat berlindung sementara bersama kerabat mereka yang tinggal di dekatnya, menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi PBB (IOM).
Namun lebih dari 750 orang lainnya tidak punya tempat untuk dituju. Mereka bergabung dengan lebih dari 700.000 orang yang kehilangan tempat tinggal akibat kekerasan geng di seluruh Haiti. [ps/uh]
Forum