JAKARTA —
Organisasi Lingkungan Greenpeace hari Rabu (17/4) mengeluarkan laporan terbarunya soal pembuangan limbah industri yang mengandung sejumlah bahan kimia beracun dan berbahaya ke Sungai Citarum Jawa Barat.
Juru Kampanye Air Bebas Racun Greenpeace Indonesia, Ahmad Ashov Birry mengatakan setelah melakukan investigasi sejak Mei 2012, Greenpeace menemukan bahwa PT Gistex Group telah membuang bahan kimia berbahaya ke Sungai Citarum.
PT Gistex Group merupakan industri tekstil di Indonesia yang mensuplai produk mereka ke sejumlah merek fashion internasional seperti Gap, Banana Republic dan Old Navy.
Perusahaan lain yang terkait dengan PT Gistex Group adalah Merubeni Corporation, Adidas Group, H&M serta Brooks Brothers yang telah menyediakan busana bagi 39 dari 44 Presiden Amerika termasuk Barack Obama.
Menurut Ashov, berbagai zat berbahaya termasuk nonylphenol dan tributyl phosphate ditemukan dalam sampel air yang diambil dari pembuangan pabrik PT Gistex.
Banyak dari bahan kimia ini bersifat toksik, sementara beberapa bahan lainnya memiliki sifat menyebabkan ganggunan hormon dan sangat persisten.
Investigas ini lanjutnya juga mengungkapkan bahwa air limbah dari salah satu pembuangan bersifat sangat basa. Hal ini menunjukan bahwa air limbah tersebut belum menerima pengolahan apapun sebelum dibuang bahkan yang paling mendasar sekalipun.
"Suplier tersebut terkait atau melakukan bisnis langsung dengan merek-merek fashion global seperti Gap, Adidas, H&M, dan Brooks Brother yang juga memproduksi (busana) bagi Presiden Obama sekalipun dan juga merek-merek yang lainnya," kata Ahmad Ashov Birry. "Kami akan menantang para (pemilik) brand untuk bertanggung jawab terhadap skandal ini. Berkomitmen kepada detox, kemudian berkomitmen untuk bekerjasama dengan PT Gistex dan supplier-suplier mereka lainnya di Indonesia dan juga di seluruh dunia untuk 'nol pembuangan' tersebut, jadi bukan putus kontrak," tambahnya.
Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting menilai kebijakan pemerintah yang ada saat ini, belum mampu melindungi sungai-sungai dari bahan kimia beracun. Menurutnya dalam aturan baku mutu air, pemerintah masih mengizinkan polutan-polutan masuk ke sungai meski dalam batas tertentu. Hal ini seharusnya tidak boleh dilakukan mengingat sungai sangat diperlukan oleh masyarakat.
Selain itu, bahan kimia yang diatur dalam aturan tersebut sangat terbatas. Dia mencontohkan zat berbahaya seperti nonylphenol tidak masuk dalam bahan kimia yang dilarang masuk ke sungai.
"Nah ini paradigma yang sudah lama yang harus dirubah artinya dalam konteks pencegahan artinya siapa yang mau minum racun mekkipun dalam jumlah kecil. Jadi harus dirubah ke dalam pencegahan," kata Longgena Ginting.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menyatakan Organisasi Lingkungan Greenpeace tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian air limbah dari suatu perusahaan karena menurutnya ada institusi yang berhak melakukan itu. Dia juga mempertanyakan apakah pengujian yang dilakukan oleh Organisasi Lingkungan itu telah memenuhi aturan yang ada.
"Kalau standarnya memenuhi silahkan saja dilakukan apa yang harus dia lakukan tetapi bukan dengan cara mempublikasi ke mass media, terus tidak ada follow up. Kalau ada follow up, silahkan saja dan Gistex-nya harus memperbaiki diri. Dan itu harus proven bahwa itu Gistex yang buat," tungkas Ade Sudrajat.
Juru Kampanye Air Bebas Racun Greenpeace Indonesia, Ahmad Ashov Birry mengatakan setelah melakukan investigasi sejak Mei 2012, Greenpeace menemukan bahwa PT Gistex Group telah membuang bahan kimia berbahaya ke Sungai Citarum.
PT Gistex Group merupakan industri tekstil di Indonesia yang mensuplai produk mereka ke sejumlah merek fashion internasional seperti Gap, Banana Republic dan Old Navy.
Perusahaan lain yang terkait dengan PT Gistex Group adalah Merubeni Corporation, Adidas Group, H&M serta Brooks Brothers yang telah menyediakan busana bagi 39 dari 44 Presiden Amerika termasuk Barack Obama.
Menurut Ashov, berbagai zat berbahaya termasuk nonylphenol dan tributyl phosphate ditemukan dalam sampel air yang diambil dari pembuangan pabrik PT Gistex.
Banyak dari bahan kimia ini bersifat toksik, sementara beberapa bahan lainnya memiliki sifat menyebabkan ganggunan hormon dan sangat persisten.
Investigas ini lanjutnya juga mengungkapkan bahwa air limbah dari salah satu pembuangan bersifat sangat basa. Hal ini menunjukan bahwa air limbah tersebut belum menerima pengolahan apapun sebelum dibuang bahkan yang paling mendasar sekalipun.
"Suplier tersebut terkait atau melakukan bisnis langsung dengan merek-merek fashion global seperti Gap, Adidas, H&M, dan Brooks Brother yang juga memproduksi (busana) bagi Presiden Obama sekalipun dan juga merek-merek yang lainnya," kata Ahmad Ashov Birry. "Kami akan menantang para (pemilik) brand untuk bertanggung jawab terhadap skandal ini. Berkomitmen kepada detox, kemudian berkomitmen untuk bekerjasama dengan PT Gistex dan supplier-suplier mereka lainnya di Indonesia dan juga di seluruh dunia untuk 'nol pembuangan' tersebut, jadi bukan putus kontrak," tambahnya.
Kepala Greenpeace Indonesia Longgena Ginting menilai kebijakan pemerintah yang ada saat ini, belum mampu melindungi sungai-sungai dari bahan kimia beracun. Menurutnya dalam aturan baku mutu air, pemerintah masih mengizinkan polutan-polutan masuk ke sungai meski dalam batas tertentu. Hal ini seharusnya tidak boleh dilakukan mengingat sungai sangat diperlukan oleh masyarakat.
Selain itu, bahan kimia yang diatur dalam aturan tersebut sangat terbatas. Dia mencontohkan zat berbahaya seperti nonylphenol tidak masuk dalam bahan kimia yang dilarang masuk ke sungai.
"Nah ini paradigma yang sudah lama yang harus dirubah artinya dalam konteks pencegahan artinya siapa yang mau minum racun mekkipun dalam jumlah kecil. Jadi harus dirubah ke dalam pencegahan," kata Longgena Ginting.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menyatakan Organisasi Lingkungan Greenpeace tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian air limbah dari suatu perusahaan karena menurutnya ada institusi yang berhak melakukan itu. Dia juga mempertanyakan apakah pengujian yang dilakukan oleh Organisasi Lingkungan itu telah memenuhi aturan yang ada.
"Kalau standarnya memenuhi silahkan saja dilakukan apa yang harus dia lakukan tetapi bukan dengan cara mempublikasi ke mass media, terus tidak ada follow up. Kalau ada follow up, silahkan saja dan Gistex-nya harus memperbaiki diri. Dan itu harus proven bahwa itu Gistex yang buat," tungkas Ade Sudrajat.