Tautan-tautan Akses

Gencatan Senjata Lebanon dan Gaza Mudah Goyah 


Sejumlah warga Gaza menyeberangi koridor Netzarim dari wilayah selatan Jalur Gaza untuk menuju Kota Gaza, pada 27 Januari 2025. (Foto: AFP/Omar Al-Qattaa)
Sejumlah warga Gaza menyeberangi koridor Netzarim dari wilayah selatan Jalur Gaza untuk menuju Kota Gaza, pada 27 Januari 2025. (Foto: AFP/Omar Al-Qattaa)

Sementara itu, kembalinya warga Palestina ke wilayah utara dari wilayah pusat dan selatan Jalur Gaza ditunda akibat perselisihan terkait pembebasan seorang sandera perempuan yang ditahan Hamas.

Gencatan senjata antara Israel dan militan Hizbullah di Lebanon selatan dan militan Hamas di Gaza tampaknya goyah pada Minggu (26/1) ketika pasukan Israel melepaskan tembakan ke arah warga Palestina di kedua kawasan, menewaskan setidaknya 23 orang dan mencederai puluhan lainnya.

Di Lebanon, pihak Kementerian Kesehatan mengatakan setidaknya 22 tewas dan 124 lainnya mengalami cedera saat Israel mengonfirmasi bahwa pihaknya tidak akan memenuhi tenggat waktu untuk menarik pasukannya sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang dicapainya dengan Hizbullah pada November lalu.

Pada hari Minggu, Gedung Putih merilis sebuah pernyataan bahwa kesepakatan antara Lebanon dan Israel, yang dipantau oleh Amerika Serikat, akan tetap berlaku sampai 18 Februari.

"Pemerintah Lebanon, pemerintah Israel, dan pemerintahan Amerika Serikat juga akan memulai negosiasi pemulangan tahanan Lebanon yang ditangkap setelah 7 Oktober 2023," tulis pernyataan tersebut.

Israel menuduh militan dan tentara Lebanon karena gagal memenuhi komitmen mereka berdasarkan kesepakatan itu. Militer Israel mengatakan pihaknya melepaskan “tembakan peringatan” ke arah “tersangka” dan telah menahan sejumlah individu.

Berdasarkan syarat-syarat gencatan senjata, Hizbullah harus mundur ke wilayah utara menjauhi perbatasan Israel dan Israel menarik diri dari Lebanon.

Dalam sebuah pernyataan, pasukan perdamaian PBB di Lebanon yang dikenal sebagai UNIFIL, memperingatkan bahwa “penting untuk menghindari memburuknya situasi lebih lanjut.”

Sementara itu, kembalinya warga Palestina ke wilayah utara dari wilayah pusat dan selatan Jalur Gaza ditunda akibat perselisihan terkait pembebasan seorang sandera perempuan yang ditahan Hamas. Israel mengatakan pihaknya tidak akan menarik diri dari koridor Netzarim yang dijaga dengan kuat, yang membagi wilayah kantong tersebut, hingga seorang sandera perempuan warga Israel, Arbel Yehoud, dibebaskan. Dia seharusnya dibebaskan pada Sabtu (25/1).

Pada Senin (27/1) pagi waktu setempat, Qatar, yang menjadi bagian dari mediator dalam negosiasi antara Israel dan Hamas, mengumumkan bahwa sebuah kesepakatan telah tercapai, yang mengendalikan krisis utama pertama dalam kesepakatan gencatan senjata antara kedua belah pihak.

Hamas akan membebaskan Yehoud bersama dua sandera lainnya sebelum hari Jumat (31/1), tulis pernyataan yang dirilis oleh Qatar. Dan pada hari Senin, otoritas Israel mengizinkan warga Palestina untuk kembali ke wilayah utara Gaza.

Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengonfirmasi kesepakatan tersebut. Pihak militer Israel mengatakan warga dapat mulai bergerak ke wilayah utara pada pukul 7 pagi waktu setempat.

pasukan Israel melancarkan tembakan ke arah warga Palestina di sepanjang jalan pesisir dekat pos pemeriksaan, dan menewaskan setidaknya satu orang dan melukai 18 lainnya, menurut juru bicara Rumah Sakit al-Awda di Nuseira, Gaza tengah.

Militer Israel mengatakan dalam pernyataannya bahwa pihaknya "mengidentifikasi beberapa perkumpulan dari puluhan tersangka yang menimbulkan ancaman."

Kekerasan yang terjadi menunjukkan lemahnya dari dua gencatan senjata tersebut, di mana Amerika Serikat ikut ambil bagian memediasi keduanya dalam negosiasi alot selama beberapa bulan terakhir pemerintahan Joe Biden. [jm/ns/rs]

Sejumlah informasi dalam laporan ini berasal dari The Associated Press dan Reuters.

Forum

XS
SM
MD
LG