Gedung Putih hari Jumat (21/5) menyampaikan proposal infrastruktur kedua bernilai 1,7 triliun dolar kepada faksi Republik di Senat.
Nilai proposal baru itu lebih kecil dari yang disampaikan Presiden Joe Biden sebelumnya, yaitu 2,3 triliun dolar.
Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan tawaran ini disampaikan “dalam semangat menemukan titik temu.”
Psaki mengungkapkan tawaran baru yang dinegosiasikan oleh beberapa menteri kabinet Biden dan senator-senator Partai Republik itu berada pada tahap penting menuju tercapainya kesepakatan.
“Proposal ini menunjukkan kesediaan untuk menurunkan nilai rencana pembangunan infrastruktur itu,” tambahnya.
Skeptimisme meningkat pada kedua pihak di tengah keberatan tentang kurangnya langkah signifikan atas proposal yang disampaikan. Partai Republik menawar rencana infrastruktur yang diajukan itu menjadi 568 juta dolar. Mereka menilai tawaran yang disampaikan Biden “mengecewakan.”
Menurut memo yang diperoleh kantor berita Associated Press, pemerintahan Biden telah memangkas lebih dari 550 miliar dolar dari proposal awal yang diajukan presiden. Tetapi memo itu menunjukkan dengan jelas bahwa Biden tidak tertarik dengan gagasan faksi Republik agar konsumen yang membayar berbagai investasi baru itu, lewat pengenaan biaya jalan tol, pajak bahan bakar atau biaya lainnya.
Sebaliknya, pemerintah bersikukuh pada proposal awal untuk menaikkan pajak perusahaan guna membayar investasi baru tersebut, yang ditentang faksi Republik.
“Pendekatan kita seharusnya memastikan agar perusahaan-perusahaan membayar bagian mereka secara adil,” demikian petikan memo dari perundingan pemerintah dengan para senator Partai Republik.
Gedung Putih dan para senator Partai Republik ini sudah melangsungkan pertemuan sejak Biden bertemu kelompok perunding utama partai tersebut tentang kemungkinan bekerjasama dalam RUU infrastruktur itu. Gedung Putih awal pekan ini telah mengirim menteri urusan transportasi dan menteri perdagangan, serta beberapa pejabat tinggi lain ke Kongres untuk bertemu para anggota faksi Republik, dan mereka melanjutkan pertemuan lewat konferensi video hari Jumat (21/5).
Pertemuan selama lebih dari satu jam itu berlangsung konstruktif dan penuh harapan, ujar dua pejabat pemerintah yang tidak ingin disebut identitasnya untuk membahas pertemuan itu.
Tim Biden telah menetapkan hari Memorial Day sebagai tenggat untuk menentukan apakah kesepakatan itu bisa dicapai atau tidak. [em/pp]