Gedung Putih sedang dalam tindakan untuk mengurangi akibat yang merugikan setelah muncul laporan mengejutkan yang mengklaim bahwa Presiden Donald Trump berbagi informasi rahasia mengenai rencana teror Negara Islam atau ISIS.
Pengungkapan tersebut dilaporkan terjadi dalam pertemuan dengan pejabat Rusia pekan lalu di Gedung Putih.
Penasihat Keamanan Nasional H.R. McMaster mengakui bahwa Trump memang berbagi informasi tersebut, tetapi menganggapnya remeh. “Informasi itu sama sekali bukan hal yang tidak akan Anda ketahui dari open source (sumber terbuka) dalam hal sumbernya,” jelasnya.
McMaster juga mengatakan pengungkapan itu benar-benar legal. “Sepenuhnya wajar bagi presiden untuk berbagi informasi apa pun yang menurutnya diperlukan demi keamanan rakyat Amerika. Itulah yang dilakukannya.”
Yang tidak dikatakan oleh McMaster adalah apakah Trump ingin berbagi informasi itu atau informasi itu tanpa disadari terucap ketika dia membual tentang “rahasia besar” yang diterimanya, seperti yang diklaim oleh berbagai laporan.
Dalam sebuah cuitan, Trump mengatakan bahwa dia memiliki “hak mutlak” untuk berbagi informasi demi keamanan nasional atau alasan kemanusiaan. Tetapi banyak anggota Kongres tidak puas dengan jawaban itu.
Misalnya, Senator Demokrat Chuck Schumer mengatakan, “Jika laporannya akurat, dalam satu kesempatan, presiden bisa mengusik kepercayaan sekutu-sekutu kita, membuat para musuh kita semakin berani, membahayakan militer dan para agen rahasia kita, dan memaparkan negara kita pada risiko yang lebih besar."
Sementara itu, Nancy Pelosi, anggota DPR dari Partai Demokrat mengatakan, “Apa yang dilakukan oleh presiden benar-benar keterlaluan. Benar-benar keterlaluan. Jika itu tanpa disadari, maka itu menyedihkan dan membahayakan. Jika disengaja, maka itu bahkan lebih buruk.”
Pengungkapan rahasia itu juga dikhawatirkan akan membuat negara-negara sekutu lebih enggan berbagi informasi sensitif dengan Amerika, seperti yang disampaikan oleh Patrick Eddington, analis kebijakan dari lembaga riset CATO Institute.
“Jika presiden dalam situasi ini memilih untuk berbagi informasi dari dinas intelijen pihak ketiga yang diberikan kepada Amerika Serikat, maka itu bisa menyulitkan hubungan berbagi intelijen pada kemudian hari,” kata Patrick Eddington.
Selasa malam, muncul laporan bahwa Israel adalah sumber informasi yang diungkapkan oleh Trump. Hal itu bisa mengakibatkan kecanggungan minggu depan, ketika Trump bertemu dengan para pejabat Israel dalam lawatan ke luar negeri pertamanya sebagai presiden.
Lawatan itu di antaranya dirancang untuk membantu mengubah narasi pemerintahan baru yang tidak mulus. Sekarang, perjalanan itu berisiko dibayangi oleh kontroversi lain lagi. [lt/uh]