SIDNEY —
Anna, Bella, Cinta, Dadang dan Elena adalah lima gajah yang tersedia untuk “diadopsi” di Australia, sebagai bagian dari proyek konservasi untuk menyelamatkan gajah-gajah Asia yang terancam keberadaannya dan memungkinkan mereka tetap berada di alam liar.
Jika gajah-gajah Afrika menghadapi bahaya karena semakin banyak diburu, gajah-gajah Asia terancam bahaya karena kehilangan habitatnya, menurut pegiat konservasi dari International Elephant Project, yang diluncurkan Jumat (22/3) di Sydney.
Penebangan hutan di Sumatra menyebabkan para gajah diracun warga desa yang ingin melindungi tanaman mereka dari satwa-satwa yang kelaparan tersebut, ujar Leif Cocks, salah satu pendiri proyek tersebut.
“Karena habitat mereka hilang, konflik dengan komunitas lokal meningkat, menyebabkan kematian di kedua pihak,” ujar Cocks, dengan menambahkan bahwa meski ada undang-undang di Indonesia untuk melindungi hutan yang masih tersisa, penegakan hukum tidak seperti yang diinginkan.
“Kondisi gajah-gajah Asia jauh lebih kritis daripada gajah Afrika karena jumlahnya lebih sedikit,” ujar Cocks.
“Gajah-gajah pertama yang menjadi fokus kami adalah gajah Sumatra, yang memang sangat terdesak. Ada 1.200 sampai 1.600 maksimum yang tersisa di alam liar, dan mereka populasi yang terfragmentasi,” ujarnya.
Lima gajah yang bisa “diadopsi” itu merupakan bagian dari kumpulan yang berbeda di wilayah Bukit Tigapuluh, di antara provinsi Jambi dan Riau, yang mengalami deforestasi yang pesat akibat pembukaan perkebunan kelapa sawit dan pohon untuk kertas. Masing-masing gajah dilengkapi dengan kalung GPS, agar dapat dimonitor keberadaan dan gerakannya.
Kalung tersebut juga membuat pekerja proyek ini mengetahui kapan gajah-gajah tersebut mendekati wilayah berpenduduk dan memungkinkan untuk menghalau mereka sebelum masalah muncul. Adopsi mulai dari A$65 (sekitar Rp 670.000) dan termasuk kabar terbaru yang rutin dikirim mengenai tiap gajah lewat data GPS.
Satwa yang terancam keberadaannya di Sumatra adalah harimau. Dalam 70 tahun terakhir, harimau Bali dan harimau Jawa telah punay. (Reuters)
Jika gajah-gajah Afrika menghadapi bahaya karena semakin banyak diburu, gajah-gajah Asia terancam bahaya karena kehilangan habitatnya, menurut pegiat konservasi dari International Elephant Project, yang diluncurkan Jumat (22/3) di Sydney.
Penebangan hutan di Sumatra menyebabkan para gajah diracun warga desa yang ingin melindungi tanaman mereka dari satwa-satwa yang kelaparan tersebut, ujar Leif Cocks, salah satu pendiri proyek tersebut.
“Karena habitat mereka hilang, konflik dengan komunitas lokal meningkat, menyebabkan kematian di kedua pihak,” ujar Cocks, dengan menambahkan bahwa meski ada undang-undang di Indonesia untuk melindungi hutan yang masih tersisa, penegakan hukum tidak seperti yang diinginkan.
“Kondisi gajah-gajah Asia jauh lebih kritis daripada gajah Afrika karena jumlahnya lebih sedikit,” ujar Cocks.
“Gajah-gajah pertama yang menjadi fokus kami adalah gajah Sumatra, yang memang sangat terdesak. Ada 1.200 sampai 1.600 maksimum yang tersisa di alam liar, dan mereka populasi yang terfragmentasi,” ujarnya.
Lima gajah yang bisa “diadopsi” itu merupakan bagian dari kumpulan yang berbeda di wilayah Bukit Tigapuluh, di antara provinsi Jambi dan Riau, yang mengalami deforestasi yang pesat akibat pembukaan perkebunan kelapa sawit dan pohon untuk kertas. Masing-masing gajah dilengkapi dengan kalung GPS, agar dapat dimonitor keberadaan dan gerakannya.
Kalung tersebut juga membuat pekerja proyek ini mengetahui kapan gajah-gajah tersebut mendekati wilayah berpenduduk dan memungkinkan untuk menghalau mereka sebelum masalah muncul. Adopsi mulai dari A$65 (sekitar Rp 670.000) dan termasuk kabar terbaru yang rutin dikirim mengenai tiap gajah lewat data GPS.
Satwa yang terancam keberadaannya di Sumatra adalah harimau. Dalam 70 tahun terakhir, harimau Bali dan harimau Jawa telah punay. (Reuters)