Tautan-tautan Akses

Gadis Iran yang Diduga Meninggal Usai Bertikai dengan Polisi Dimakamkan


Tangkapan layar dari video pengawasan yang disiarkan oleh televisi pemerintah Iran, tampak sejumlah perempuan menarik Armita Geravand, 16 tahun, keluar dari gerbong kereta Tehran Metro, di Teheran, Iran, 1 Oktober 2023. (Foto: Iranian State Television/AP Photo)
Tangkapan layar dari video pengawasan yang disiarkan oleh televisi pemerintah Iran, tampak sejumlah perempuan menarik Armita Geravand, 16 tahun, keluar dari gerbong kereta Tehran Metro, di Teheran, Iran, 1 Oktober 2023. (Foto: Iranian State Television/AP Photo)

Seorang gadis Iran yang baru-baru ini meninggal setelah diduga terlibat konfrontasi dengan polisi karena melanggar aturan berjilbab, hari Minggu (29/10) dimakamkan di tengah penjagaan keamanan sangat ketat di Behesht-e Zahra, Teheran.

Kelompok hak-hak asasi manusia (HAM) Hengaw, kelompok pemantau HAM Iran yang berkantor di Norwegian, dalam laporan pertamanya, Sabtu (28/10) malam, melaporkan bahwa keluarga Armita Geravand mengatakan kepada mereka bahwa pihak berwenang melarang mereka membawa jenazah ke tempat pemakaman di kota asalnya, Kermanshah. Ini merupakan kota di bagian barat Iran, yang mayoritas penduduknya adalah warga Kurdi.

Pemakaman dijaga ketat

Seperti di kota-kota yang lebih besar, Kermanshah tahun lalu juga telah dilanda demonstrasi anti-pemerintah terkait kematian Mahsa Amini, seorang perempuan Kurdi-Iran berusia 22 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi pada 16 September, tiga hari setelah ditangkap polisi moral karena tidak mengenakan jilbab secara benar.

Kematian Geravand, yang berusia 17 tahun, hanya berselang satu tahun setelah kematian Amini yang memicu demonstrasi anti-pemerintah selama berbulan-bulan. Demonstrasi yang awalnya memprotes aturan berbusana secara Islami itu bergulir menjadi demonstrasi menentang pemerintah terbesar dalam beberapa tahun ini.

Laporan tentang proses pemakaman yang dijaga sangat ketat di Teheran itu menunjukkan kekhawatiran para pejabat Iran bahwa hal itu kemungkinan akan memicu gelombang demonstrasi baru.

Geravand meninggal setelah diduga terlibat konfrontasi dengan beberapa petugas keamanan karena melanggar aturan hijab ketika ia memasuki gerbong kereta api di stasiun kereta api Meydan-E-Shohada atau Lapangan Martir, di bagian selatan Teheran pada 1 Oktober lalu.

“Saya sangat sedih mengetahui bahwa Amita Geravand meninggal setelah dipukuli polisi moral Iran karena tidak mengenakan hijab di depan publik. Kekerasan yang disponsori pemerintah Iran terhadap rakyatnya sendiri ini sangat mengerikan dan menggarisbawahi kerapuhan rezim itu," kata Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS), Jake Sullivan, dalam cuitan di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter.

Iran sangkal konfrontasi dengan Aparat

Pejabat-pejabat Iran menyangkal bahwa Geravand, yang dinyatakan mati otak pekan lalu setelah koma pada 1 Oktober, luka-luka karena tindakan polisi.

“Ia koma selama beberapa waktu setelah menderita gagal otak,” demikian petikan laporan kantor berita pemerintah Iran, IRNA.

Para aktivis di luar Iran menduga Geravand mungkin telah didorong atau diserang karena tidak mengenakan hijab. Mereka juga menuntut penyelidikan independen oleh misi pencari fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan merujuk pada penggunaan tekanan oleh pemerintah teokrasi terhadap keluarga Geravand dan sejarah stasiun televisi pemerintah yang mengudarakan ratusan pengakuan yang dipaksakan.

IRNA pada Sabtu (28/10) lalu melaporkan tim dokter mengidentifikasi penyebab kematian Geravand karena “anjloknya tekanan darah secara tiba-tiba.”

“ia jatuh, menderita cedera otak, diikuti dengan kejang-kejang secara terus menerus, penurunan oksigen di otak dan edema otak," demikian keterangan yang tercantum pada surat kematian resmi Geravand.

Keluarga Geravand kemudian tampil di media pemerintah mengatakan tekanan darah, yang mungkin karena terjatuh, atau keduanya, berkontribusi pada cedera yang diderita putri mereka.

Foto Geravand di RS

Kantor berita Reuters melaporkan kelompok-kelompok HAM adalah pihak pertama yang mempublikasikan foto-foto Geravand saat menjalani perawatan di rumah sakit. Mereka mengunggah foto-foto yang belum diverifikasi ke media sosial, yang tampaknya menunjukkan gadis itu tidak sadarkan diri dan menggunakan alat bantu pernafasan, dengan selang pernafasan dan perban di kepalanya.

Berdasarkan aturan di Iran, diwajibkan untuk menutupi rambut mereka dan mengenakan pakaian panjang dan longgar. Meskipun mereka yang melanggar berpotensi ditegur, dikenai denda atau ditangkap karena menentang aturan berpakaian Islami yang ketat, sejak kematian Mahsa Amini semakin banyak perempuan yang tampil tanpa hijab di tempat-tempat umum seperti restoran dan toko-toko. [em/lt]

Forum

XS
SM
MD
LG