Kedua pihak dalam konflik di Libya diperkirakan akan membahas syarat-syarat dalam sebuah kesepakatan gencatan senjata pada hari Selasa (25/7) dalam pembicaraan yang ditengahi oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron. Demikian menurut sebuah dokumen yang berkaitan dengan pertemuan tersebut.
Perdana menteri Libya, Fayez al-Serraj, dan saingannya, panglima di Libya timur, Khalifa Haftar, dijadwalkan bertemu dengan Macron pada Selasa sore, di mana mereka bisa menandatangani gencatan senjata bersyarat seperti yang diuraiakn dalam sebuah draf pernyataan.
Kantor Presiden Macron memperingatkan bahwa dokumen tersebut merupakan draf kerja dan satu dari beberapa draf (rancangan) yang diedarkan sebelum pertemuan. Selain gencatan senjata bersyarat, dokumen tersebut membuat kedua belah berkomitmen untuk mengadakan pemilihan “sesegera mungkin.”
Kedua pihak mengadakan pembicaraan di Abu Dhabi pada bulan Mei lalu, setelah keduanya diam selama lebih dari satu setengah tahun, dengan harapan mengakhiri kekerasan yang terjadi di Libya sejak mantan pemimpin Moammar Gadhafi digulingkan pada tahun 2011.
Hingga kini, Haftar telah menolak kewenangan pemerintah yang didukung oleh PBB. Pasukannya berhasil menguasai wilayah di bagian timur negara itu, dengan dukungan dari Mesir dan Uni Emirat Arab. Pemerintahan negara-negara Barat mendorong sebuah kesepakatan politik yang didukung oleh PBB untuk menyatukan negara di mana pemerintahan Serraj yang berbasis di Tripoli diresmikan. [lt]