Taliban telah memperingatkan Turki tentang konsekuensi berat yang akan dihadapi jika militernya tetapi berada di Afghanistan ketika pasukan asing lainnya ditarik mundur. Tetapi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dalam pidato minggu ini, tampaknya mengecilkan peringatan dan ancaman itu, dan mengindikasikan terus berlanjutnya perundingan.
Erdogan mengatakan soal apakah itu dibahas di tingkat kementerian luar negeri atau tingkat kepresidenan, Turki sedang berupaya melihat pembicaraan seperti apa yang dapat dilakukan dengan Taliban dan apa hasil yang dapat dicapai.
Turki mengandalkan hubungan historisnya dengan Afghanistan dan statusnya sebagai satu-satunya anggota NATO yang mayoritas Muslim untuk membantu meredakan tentangan Taliban. Pasukan Turki di Afghanistan yang beranggotakan 500 orang juga menghindari terlibat konfrontasi militer dengan Taliban.
Namun Huseyin Bagci, Kepala Foreign Affairs Institute yang berkantor di Ankara dan barus aja kembali dari wilayah itu, memperingatkan bahwa Turki terlampau percaya diri .
“Setiap partisipasi Turki dalam hal keamanan bandara di Afghanistan itu akan menjadi bencana bagi kebijakan luar negeri Turki. Taliban mengatakan tidak suka Erdogan dan kehadiran militer Turki. Taliban sangat bertekad mengusir semua kekuatan di sana, dan kehadiran Turki di sana jelas tidak diinginkan,” ujar Bagci.
Turki masih melanjutkan pembicaraan dengan Amerika tentang misi bandara itu. Kedua pihak menggambarkan pembicaraan itu berlangsung produktif. Hubungan diantara negara-negara anggota NATO sangat tegang, terutama terkait hubungan dekat Turki dengan Rusia.
Ilhan Uzgel, kolumnis di portal berita Duvar, mengatakan Turki melihat misi di bandara Afghanistan itu sebagai hal yang penting untuk memulihkan hubungannya dengan Amerika.
“Hal terpenting adalah pemerintahan AKP berupaya memperbaiki hubungan dengan pemerintahan Biden, dan mereka ingin menawarkan sesuatu yang baik. Turki berupaya membuktikan bahwa ia adalah sekutu yang sangat baik, sekutu yang berharga dan tidak dapat diabaikan,” kata Uzgel.
Turki sedang mengupayakan agar sekutu-sekutu dekatnya – yaitu Pakistan dan Qatar yang menurut sebagian pengamat memiliki hubungan dekat dengan Taliban – membantu mengatasi tentangan kelompok itu terhadap peran yang akan dimainkan Turki di bandara Afghanistan.
Namun, Bagci mengingatkan bahwa Taliban yakin mereka akan segera bisa mengambilalih kekuasaan, dan kepentingan negara-negara itu semakin mengecil. “Taliban tidak melihat Pakistan, Qatar, dan Turki sebagai negara-negara yang ada dalam daftar prioritasnya. Dari sudut pandang politik Taliban menilai Rusia, China, Amerika dan mungin India sebagai negara prioritas. Taliban mengatakan 'kami akan mendirikan negara dan kemudian kita berunding.”
Sementara tinggal beberapa minggu sebelum seluruh pasukan Amerika meninggalkan Afghanistan, analis Uzgel mengingatkan bahwa jika Taliban mempertahankan sikap oposisinya, Turki dapat terjebak.
“Jika Turki bersikeras mempertahankan tentaranya di sana, ini akan berisiko. Jika Turki mengalah pada pernyataan Taliban baru-baru ini maka hal itu akan mempermalukan Turki,” tambahnya.
Melihat kecilnya pengaruh Turki atas Taliban, Uzgel menilai kegagalan perundingan Amerika-Turki tentang operasi bandara itu pada saat-saat terakhir dapat memberikan opsi penyelamatan muka bagi Turki, tetapi tentunya dengan mengorbankan hubungan bilateralnya dengan Amerika. [em/jm]