Empat anak asal Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, terserang difteri. Salah satu di antara mereka bahkan meninggal dunia. Diketahui orang tua anak-anak tersebut sangat jarang mengimunisasi buah hati mereka. Kasus tersebut membuat tren suspect difteri di Sumut mengalami peningkatan tiap tahunnya.
YS (6), HS (5), RS (3), dan MS (2), kakak beradik saudara kandung asal Perdagangan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut), terserang bacterium diphtheriae atau biasa disebut dengan difteri. Salah satu dari anak-anak itu, HS meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) H Adam Malik Medan, lantaran bakteri difteri tersebut.
Dokter penanggung jawab pasien anak RSUP H Adam Malik Medan, Ayodhia Pitaloka Pasaribu mengatakan HS pada saat diterima pihaknya sudah dengan kondisi napas yang sesak. Kemudian bengkak pada bagian leher, disertai penurunan kesadaran yang telah terjadi pada HS.
"Pada saat sampai tekanan darah rendah, kemudian nadi juga sudah halus. Jadi penyakitnya cukup berat untuk mendapatkan tata laksana yang cepat. Progresivitas penyakit yang sudah berat itu risikonya memang sangat besar untuk kematian," kata Ayodhia di RSUP H Adam Malik, Jumat (6/12).
Sementara ketiga saudara kandung HS, saat ini sedang mendapatkan perawatan intensif di RSUP H Adam Malik. Menurut Ayodhia, YS yang merupakan kakak tertua dari empat anak itu sudah didiagnosa probable atau kemungkinan difteri. Pada saat tiba di RSUP H Adam Malik, leher YS sudah mengalami pembengkakan leher, dan sel du membrannya telah tertutup. Lalu, RS telah didiagnosa suspect difteri. Sedangkan MS tidak didiagnosa sebagai difteri, sebab, tidak ada klinis ke arah difteri.
"Kita sudah berikan terapi dan diagnosa sebagai suspect difteri dan sekarang direspons dengan sangat baik. Saat ini semua dalam kondisi bagus sudah mengalami perbaikan jauh dari pertama kali datang," jelas Ayodhia.
Masih kata Ayodhia, empat anak yang terserang difteri tersebut diketahui memiliki riwayat imunisasi yang buruk. Sejak bayi empat anak tersebut tidak mendapatkan imunisasi yang teratur. Padahal difteri merupakan penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi.
"Pasien hanya sebentar di sini, kalau yang kita lihat memang murni dia difteri yang sudah berat. Kemudian, dari riwayat pasien juga tidak mendapat imunisasi sama sekali. Pasien difteri yang tidak mendapat imunisasi sama sekali maka klinisnya akan jauh lebih jelek dan angka kematian akan besar dan itu yang biasa yang kita dapat di pasien-pasien," ucapnya.
Tidak teraturnya mengimunisasi anak-anaknya dibenarkan oleh ibu kandung empat anak tersebut berinisial E (35).
"Jujur saja, anak saya yang nomor dua itu tidak lengkap imunisasi karena anak aku itu sering panas dan kejang. Jadi aku takut bawa imunisasi. Kalau anak aku yang lain ada imunisasinya," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Sumut, Alwi Mujahit Hasibuan mengatakan kasus difteri yang menyerang empat anak kakak beradik di Kabupaten Simalungun tersebut telah ditangani secara khusus. Perlakuan khusus kasus itu seperti kejadian luar biasa (KLB) di daerah anak-anak itu berasal.
"Walaupun dia bukan KLB, hanya perlakuannya saja. Langkah-langkahnya ada yang disebut dengan penyelidikan epidemiologi. Jadi semua orang yang terkontak erat itu diidentifikasi dan kemudian diberikan Outbreak Response Immunization (ORI)," kata Alwi saat dihubungi VOA.
Alwi menyayangkan lantaran orang tua anak-anak yang telah terserang difteri tersebut jarang mengimunisasi anak-anaknya secara teratur. Namun, di satu sisi Alwi juga tidak menampik masih banyak masyarakat yang enggan mengimunisasi anak-anak mereka lantaran persoalan imunisasi.
"Imunisasi lengkap pada balita kita. Tapi ya belakangan ini ada persoalan imunisasi di beberapa tempat cakupannya turun karena isu halal dan haram. Itu mungkin yang membuat sedikit naik (angka difteri). Tapi sebenarnya memang kita daerah endemis difteri ini," tuturnya.
Dinas Kesehatan Sumut saat ini sedang berusaha mengampanyekan ke masyarakat agar mengimunisasi anak-anak. Hal itu dilakukan untuk daya tahan tubuh dan mencegah anak terserang bakteri difteri.
"Kami mengimbau kepada masyarakat agar membawa anak untuk diimunisasi supaya daya tahan tubuh terhadap difteri ini ada. Kalau masyarakat menganggap ada yang masalah soal apa ini (imunisasi). Kementerian Kesehatan sedang berusaha sedang membuat masyarakat nyaman," tandas Alwi.
Seperti diketahui, HS tiba di RSUP H Adam Malik, Senin (2/12) pukul 21.30 WIb. Namun, tidak lama mendapatkan perawatan, bocah malang tersebut meninggal dunia. Sementara YS tiba di RSUP H Adam Malik, Selasa dini hari (3/12), disusul oleh kedua adiknya RS dan MS yang datang siang hari pada tanggal yang sama.
Sepanjang 2019 hingga Desember di Sumut ada 26 kasus suspect difteri. Adapun dari 26 kasus tersebut tiga positif difteri, 14 kompatibel, lima pending (menunggu hasil lab), namun empat discarded (bukan suspect difteri). Menurut data dari Dinas Kesehatan Sumut itu, tiga orang meninggal dunia dari 26 kasus suspect difteri tersebut. Bahkan di antara tiga orang yang meninggal akibat difteri merupakan seorang mahasiswi asal Malaysia, dan dua lainnya masih berusia balita. Diketahui tren kasus suspect difteri di Sumut mengalami peningkatan dalam kurun waktu tiga tahun. Pada 2017 ada 17 kasus, lalu 2018 18 kasus, dan 2019 ada 22 kasus (26 kasus dikurang empat discarded).
Difteri disebabkan oleh bakteri dan bukan virus. Bakteri (bacterium diphtheriae) ini memang sangat mudah menular dan bisa menimbulkan gejala difteri dengan sangat cepat. Perjalanan penyakit ini cepat sekali, dan bakteri itu tersebar melalui udara. Gejala pertama seperti flu biasa, batuk pilek, demam tapi tidak tinggi dan nyeri saat menelan. Penderita akan mengalami infeksi di saluran napas, sedangkan penularannya melalui batuk dan bersin. Maka yang kebal terhadap difteri adalah orang yang memiliki proteksi dengan imunisasi. Apabila mengalami demam yang tidak tinggi disertai batuk pilek dengan rasa nyeri ketika menelan, maka dianjurkan sebaiknya masyarakat langsung ke pusat kesehatan. [aa/lt]