Para petugas membersihkan semua barang, mulai dari mata uang dan uang kertas hingga bus-bus. Pangkalan-pangkalan militer dalam keadaan siaga tinggi dan karantina diberlakukan hari Rabu (26/2) di berbagai tempat, mulai dari sebuah resor tepi pantai di Atlantik sampai di sebuah pulau tak berpenghuni di Samudera Pasifik selagi dunia berjuang melawan penyebaran virus korona.
Kekhawatiran akan ambruknya perekonomian yang terus meluas akibat krisis virus korona yang juga disebut COVID-19 itu berlipat ganda, akibat pabrik-pabrik yang menghentikan operasinya, rute perdagangan yang sepi dan industri pariwisata yang lumpuh, sementara semakin banyak negara bersiap-siap untuk menghadapi penyakit itu menyebar ke wilayah yang baru.
“Kami tidak mengharapkan keajaiban dalam jangka pendek,” kata Kianoush Jahanpour dari Kementerian Kesehatan Iran, di mana penghitungan resmi jumlah orang yang terinfeksi di negaranya mencapai 139, namun diragukan oleh sebagian pihak yang berpendapat bahwa masalahnya jauh lebih besar.
Sekitar 81.000 orang di seluruh dunia jatuh sakit karena virus korona yang terus mengancam lewat penularan ke pasien-pasien baru.
Dengan berita terbaru bahwa Brazil mengukuhkan terjadinya kasus pertama di Amerika Latin, maka infeksi akibat virus itu telah terjadi di setiap benua kecuali Antartika.
Di Eropa, di mana Jerman, Perancis, dan Spanyol adalah di antara negara-negara dengan jumlah kasus yang terus meningkat, sebuah kelompok 200 kasus yang terus bertambah di Italia utara diamati secara cermat sebagai sumber penularan. Di Timur Tengah, di mana jumlah orang yang terjangkit virus itu terus bertambah di Bahrain, Kuwait dan Irak, kesalahan diarahkan pada Iran.
Di Asia, di mana krisis itu berasal dari China akhir tahun lalu, ancaman terus muncul di seluruh kawasan itu. Korea Selatan kini berjuang untuk menanggulangi wabah massal itu yang berpusat di kota Daegu yang berpenduduk 2,5 juta orang.
Di Korea Selatan, para pekerja membersihkan bus-bus umum, sementara di China, bank- bank mendesinfeksi uang kertas dengan menggunakan sinar ultraviolet. Di Jerman, pihak berwenang menekankan pentingnya etiket bersin, sementara di Amerika Serikat, dokter mengumumkan uji klinis untuk kemungkinan pengobatan virus korona.
Di seluruh dunia, ketika umat Kristen menandai dimulainya masa suci Prapaskah dengan Rabu Abu, para jemaat mendapati gereja mereka ditutup dan ritual diubah oleh ketakutan akan virus korona. Bahkan di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, banyak umat yang berkumpul untuk menghadiri audiensi mingguan bersama Paus Fransiskus mengenakan masker dan para pastur tampaknya menahan diri dengan tidak memeluk paus atau mencium cincinnya.
Acara-acara kebaktian dan misa di Singapura disiarkan secara online agar umat dapat menghindari tempat-tempat beribadah yang ramai di mana kuman dapat menyebar. Para uskup di Korea Selatan menutup gereja-gereja, dan hal itu adalah pertama kalinya dalam sejarah Gereja Katolik selama 236 tahun di negara itu.
Di Malaysia dan Filipina, abu ditaburkan di atas kepala umat yang menandai dimulainya Masa Prapaskah, bukan dengan menggunakan ibu jari yang basah untuk membuat tanda salib di dahi.
“Kami ingin berhati-hati agar virus korona tidak menyebar,” kata Pastor Victorino Cueto, rektor Basilika Nasional Bunda Penolong Abadi di Manila, Filipina.
Sementara itu di AS, CDC atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit hari Rabu (26/2) mengatakan, ditemukan lebih dari enam penderita virus korona lagi di kalangan warga Amerika yang diungsikan dari kapal pesiar Diamond Princess, sehingga jumlah kasus yang sudah dikonfirmasi di kalangan warga Amerika mencapai 59.
CDC melaporkan ada 14 penderita di dalam negeri, ditambah 45 orang dari warga yang dievakuasi dari kapal pesiar dan kota Wuhan di China.
Hari Rabu, harian USA Today melaporkan bahwa walikota San Francisco, London Breed telah mengeluarkan pernyataan darurat untuk mempersiapkan kota itu terhadap perebakan virus korona, meskipun belum ada penderita virus baru itu di kota itu.
“Meskipun penderita di antara penduduk San Francisco masih nol, gambaran globalnya berubah cepat, dan kita perlu meningkatkan kesiapan kita,” kata Breed.
“Kami menyaksikan virus ini menyebar di berbagai bagian dunia setiap hari, dan kami mengambil langkah-langkah yang perlu untuk melindungi warga San Francisco dari malapetaka,” tandasnya. [lt/jm]