DPR Amerika Serikat, pada Rabu (22/1), memberikan persetujuan akhir untuk sebuah rancangan undang-undang yang mewajibkan penahanan migran tanpa izin yang dituduh melakukan pencurian dan kejahatan kekerasan. Langkah tersebut menandai undang-undang pertama yang dapat ditandatangani Presiden Donald Trump karena Kongres, dengan beberapa dukungan bipartisan, bergerak cepat sesuai dengan rencananya untuk menindak tegas imigrasi ilegal.
Pengesahan Undang-undang Laken Riley, yang dinamai berdasarkan seorang mahasiswa keperawatan Georgia yang dibunuh seorang pria Venezuela tahun lalu, menunjukkan betapa perdebatan politik tentang imigrasi telah bergeser tajam ke kanan setelah kemenangan pemilihan Trump.
Kebijakan imigrasi sering kali menjadi salah satu isu yang paling sulit di Kongres. Namun, sebuah kelompok penting yang terdiri dari 46 anggota Partai Demokrat yang rentan secara politik bergabung dengan fraksi Partai Republik untuk mendukung proposal tersebut agar disahkan dengan 263 suara mendukung berbanding 156 menentang.
"Selama beberapa dekade, hampir mustahil bagi pemerintah kita untuk menyetujui solusi atas masalah di perbatasan kita dan di dalam negara kita," kata Senator Katie Britt, seorang anggota Partai Republik dari Alabama. Ia menyebut legislasi tersebut "mungkin merupakan undang-undang penegakan hukum imigrasi paling signifikan" yang disahkan oleh Kongres dalam hampir tiga dekade.
Undang-undang tersebut akan membutuhkan peningkatan besar-besaran kemampuan Badan Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai AS, tetapi tidak memuat tentang pendanaan baru.
Sementara itu, Trump telah meluncurkan serangkaian instruksi presiden yang dimaksudkan untuk menutup perbatasan AS dengan Meksiko untuk imigrasi dan pada akhirnya mendeportasi jutaan migran tanpa status hukum permanen di AS. Pada hari Rabu, Trump juga membatalkan pemukiman kembali pengungsi, dan pemerintahannya telah mengisyaratkan bahwa mereka bermaksud untuk mengadili pejabat penegak hukum setempat yang tidak menegakkan kebijakan imigrasinya yang baru.
Para pemimpin kongres dari Partai Republik telah menjelaskan bahwa mereka bermaksud untuk mengikuti langkah tersebut. Namun, tantangan terberat mereka adalah menemukan cara untuk menyetujui pendanaan guna menerapkan rencana garis keras Trump.
"Apa yang dia lakukan adalah memulai apa yang akhirnya akan menjadi agenda legislatif kita," kata Ketua DPR Mike Johnson.
Fraksi Republik di DPR awalnya meloloskan undang-undang tersebut tahun lalu dengan dukungan dari 37 anggota Partai Demokrat. RUU tersebut kemudian terbengkalai di Senat yang dikuasai Demokrat.
Tahun ini, fraksi Republik, yang kini menguasai kedua majelis di kongres, telah menjadikan RUU itu sebagai prioritas utama mereka. Ketika RUU tersebut dibawa ke Senat, 12 anggota Partai Demokrat memberikan suara mendukung pengesahannya, dan ketika DPR memberikan suara pada versi RUU tersebut awal bulan ini, 48 anggota Partai Demokrat mendukungnya.
"Meskipun RUU tersebut tidak sempurna, RUU tersebut mengirimkan pesan yang jelas bahwa menurut kami penjahat harus dideportasi," kata Tom Suozzi, anggota DPR dari Partai Demokrat yang berasal dari New York. Ia telah meminta partainya untuk mendukung penegakan hukum imigrasi yang lebih ketat.
Berdasarkan undang-undang tersebut, otoritas federal akan diminta untuk menahan setiap migran yang ditangkap atau didakwa dengan kejahatan seperti mengutil. Cakupan proposal tersebut diperluas di Senat untuk juga mencakup mereka yang dituduh menyerang polisi atau melakukan kejahatan yang melukai atau membunuh seseorang.
RUU tersebut juga memberikan kedudukan hukum kepada jaksa agung negara bagian untuk menuntut pemerintah federal atas kerugian yang disebabkan oleh keputusan imigrasi federal. Hal itu memberi negara bagian kewenangan baru dalam menetapkan kebijakan imigrasi di saat mereka telah mencoba untuk melawan keputusan presiden di bawah pemerintahan Trump dan Biden.
Pada akhirnya, bahkan pemerintahan Trump kemungkinan besar akan kesulitan untuk menerapkan persyaratan baru kecuali Kongres menindaklanjutinya akhir tahun ini dengan pendanaan. Fraksi Republik sedang menyusun strategi bagaimana mendorong prioritas mereka melalui Kongres menggunakan proses garis partai yang dikenal sebagai rekonsiliasi anggaran. Mereka telah memperkirakan biaya pendanaan prioritas Trump terkait perbatasan dan deportasi sekitar $100 miliar.
Departemen Keamanan Dalam Negeri memperkirakan UU Laken Riley akan menelan biaya $26,9 miliar pada tahun pertama penerapannya, termasuk peningkatan 110.000 tempat tidur tahanan ICE.
Sebagian besar anggota Partai Demokrat mengkritik kurangnya pendanaan dalam RUU tersebut sebagai bukti bahwa itu adalah pendekatan separuh yang tidak akan banyak membantu memperbaiki masalah dalam sistem imigrasi dan membebani otoritas federal dengan persyaratan baru.
"Para penyusun RUU tersebut mengeklaim bahwa RUU tersebut akan mengakibatkan penangkapan dan penahanan para penjahat berat, tetapi RUU tersebut tidak akan melakukannya karena merupakan mandat yang sama sekali tidak didanai," kata Senator Demokrat Chris Murphy.
Yang lain menyatakan kekhawatiran bahwa RUU tersebut akan mencabut hak proses hukum yang wajar bagi para migran, termasuk anak di bawah umur atau penerima program Deferred Action for Unaccompanied Minors. Senator Alex Padilla, seorang anggota Partai Demokrat, mengatakan bahwa otoritas federal sekarang akan dipaksa untuk memprioritaskan penahanan para migran yang ditangkap karena kejahatan tingkat rendah seperti mengutil, daripada mereka yang melakukan kejahatan berat.
Secara keseluruhan, tidak ada bukti bahwa imigran lebih rentan terhadap kejahatan berat.
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa imigran melakukan kejahatan pada tingkat yang lebih rendah daripada mereka yang lahir di AS. Kelompok yang mendukung kebijakan imigrasi yang ketat membantah atau menolak temuan tersebut. [uh/rs]
Forum