Menteri-menteri Luar Negeri NATO menghadapi agenda padat selagi mereka mengadakan pertemuan akhir tahun hari Selasa (7/12) di Brussels; tapi di tengah-tengah berbagai tantangan yang dihadapi aliasi itu, isu terpenting yang tidak menjadi agenda resmi adalah kebijakan apa yang akan dijalankan Donald Trump terkait NATO setelah ia menjadi presiden Amerika.
Sekjen NATO Jens Stoltenberg tidak secara langsung membahas masalah itu pada konferensi pers namun hanya mengatakan ia “menyambut kerja sama” dengan Trump dan timnya.
Berbicara kepada wartawan, Sekjen NATO itu menekankan pentingnya “ikatan trans atlantik” yang kuat.
“Tapi inti pertemuan adalah pentingnya ikatan trans Atlantik, ikatan antara antara Eropa dan Amerika Utara, dan salah satu cara untuk memperkuat ikatan antara Amerika Utara dan Eropa adalah dengan memperkuat kerjasama antara NATO dan Uni Eropa,” ujar Stoltenberg.
Para analis mengatakan komentar-komentar saling bertentangan yang dikeluarkan presiden terpilih Donald Trump terkait aliansi Atlantik itu dan percakapan telepon serta pesan twitternya yang kontroversial, termasuk percakapan teleponnya dengan Presiden Taiwan Tsai Ing-Wen membuat China jengkel, telah membuat warga Eropa prihatin, sementara pilihan-pilihannya untuk jabatan-jabatan keamanan penting memicu beragam tanggapan.
Pertemuan minggu ini juga akan menjadi pertemuan penting NATO yang terakhir di bawah pemerintahan Obama, dan menjadi perpisahan bagi Menlu Amerika John Kerry.
Stoltenberg sebelumnya menyampaikan keyakinan, komitmen Amerika pada aliansinya tidak akan berubah meskipun kampanye Trump mengklaim Amerika mungkin tidak akan membela anggota NATO yang tidak memenuhi kewajiban mereka.
Pertemuan minggu ini dilakukan beberapa hari setelah Uni Eropa memaparkan rencana baru yang ambisius untuk pendanaan dan riset pertahanan, termasuk dana investasi sebesar 5,36 miliar dolar. [my/ds]