Tautan-tautan Akses

Doa Minta Hujan: Kekeringan Ancam Ketahanan Pangan Dunia


Jemaat Gereja k melakukan doa bersama meminta hujan di tengah kemarau di dekat bendungan Incachaca di pinggiran Kota La Paz, Bolivia, Jumat, 6 Oktober 2023. (Foto: Juan Karita/AP Photo)
Jemaat Gereja k melakukan doa bersama meminta hujan di tengah kemarau di dekat bendungan Incachaca di pinggiran Kota La Paz, Bolivia, Jumat, 6 Oktober 2023. (Foto: Juan Karita/AP Photo)

Pasokan air di Amerika Utara maupun Amerika Selatan terganggu karena iklim yang berubah. Warga Bolivia bersama-sama berdoa meminta hujan, sementara petani di Mississippi terancam merugi karena sungai kering menghambat distribusi hasil panen mereka.

Di bawah terik matahari, lebih dari tiga ratus warga Bolivia berjalan di lapangan berdebu, tak jauh dari bendungan Incachaca yang menghadap ke Kota La Paz, pada awal Oktober. Mereka mengadakan doa bersama untuk memohon turunnya hujan dan mengakhiri kekeringan parah yang mengancam pasokan air.

“Kami datang ke sini untuk berdoa meminta hujan. Saat ini pemanasan global telah berdampak bagi Bolivia dan diseluruh dunia. Kami butuh hujan untuk tanaman kami, hujan untuk makanan kami, hujan untuk kami,” kata anggota gereja Evangelical, Susana Laruta ketika diwawancarai Reuters.

Sepuluh waduk yang menyuplai air untuk La Paz, salah satu kota terbesar di Bolivia dengan lebih dari 2,2 juta penduduk, hanya mampu memenuhi kebutuhan selama 135 hari jika dikumpulkan. Peringatan ini disampaikan perusahaan air minum milik negara, EPSAS.

Tanpa hujan yang cukup lebat, suplai air untuk kota di pegunungan ini akan habis pada Februari. Musim hujan seharusnya dimulai pada Desember. Namun, perkiraan cuaca terakhir tidak mendukung hal itu.

Uskup atau Bishop di gereja metodis Evangelical, Berardo Vedia mengatakan, “Perubahan iklim telah mendorong perubahan yang harus dihadapi umat manusia ini. Karena itulah kami kesini, untuk bersama-sama berdoa sehingga kami bisa meminta kepada Tuhan dengan satu suara, dan kami bisa membawa hujan ke bumi.”

Yang bisa diharapkan hanyalah hujan yang sangat jarang karena fenomena cuaca yang disebut sebagai el Nino, kata badan cuaca nasional.

Martha Mamani membawa dua wadah berisi air yang diambil dari mata air terdekat dari lahan pertanian yang rusak akibat kemarau di Villa Andrani di pinggiran Kota El Alto, Bolivia, Jumat, 15 September 2023. (Foto: Juan Karita/AP)
Martha Mamani membawa dua wadah berisi air yang diambil dari mata air terdekat dari lahan pertanian yang rusak akibat kemarau di Villa Andrani di pinggiran Kota El Alto, Bolivia, Jumat, 15 September 2023. (Foto: Juan Karita/AP)

El Nino, suhu permukaan air yang menghangat di bagian timur dan tengah samudera Pasifik, telah dikaitkan dengan kondisi cuaca yang ekstrem.

Ganggu Distribusi di Mississippi

Siklus air yang tidak terkontrol akibat perubahan iklim tidak hanya mengancam konsumsi, dan produksi pangan, tetapi juga dari sisi distribusi. Di sejumlah wilayah, transportasi air memegang peranan penting dalam distribusi pangan, baik karena keterbatasan fasilitas maupun sebagai bagian upaya menekan biaya.

Salah satu yang mengalaminya, adalah Jonathan Driver, petani di Arkansas yang harus bekerja 16-17 jam perhari untuk memanen tanamannya. Dia juga menghadapi tambahan persoalan tahun ini, yaitu menemukan tempat untuk menyimpan berton-ton kedelai.

Namun, untuk yang kedua kali dalam dua tahun berturut-turut, permukaan sungai Mississippi yang begitu rendah telah membatasi transportasi sungai secara drastis. Dan itu berarti ada tambahan biaya dan tambahan masalah bagi para petani di jantung Amerika.

“Sungai ini sangat penting bagi semua orang. Sungai itu adalah jalur angkutan utama barang-barang dari utara dan selatan. Jadi, jika permukaan sungai rendah, semua orang akan merasakan dampaknya,” kata Driver kepada kantor berita AFP.

Driver juga membudidayakan padi, yang kemudian dia simpan di tiga silo baja bergelombang.

Bangkai ikan tampak di tepi sungai Mississippi yang mengering akibat kemarau di Barat Memphis, Arkansas, 13 Oktober 2023. (Foto: Ulysse Bellier/AFP)
Bangkai ikan tampak di tepi sungai Mississippi yang mengering akibat kemarau di Barat Memphis, Arkansas, 13 Oktober 2023. (Foto: Ulysse Bellier/AFP)

Namun, panen kedelai telah selesai, dan kapal tongkang yang dalam tahun-tahun normal akan membawa produknya melalui sungai, benar-benar tidak cukup tersedia. Hal ini menghambat pengiriman biji-bijian ke teluk Meksiko dan lebih jauh lagi, digunakan untuk memberi makan ternak di seluruh dunia.

“Tidak ada yang menyadari berapa banyak bahan bakar yang diangkut naik dan turun di sungai itu. Tidak ada yang menyadari apa yang selalu bergerak naik dan turun di seluruh dunia. Sekarang, sungai itu kering,” tambah Driver.

Karena itulah, Driver berencana untuk menjual padinya secepat mungkin, meskipun itu tidak pada level harga yang dia inginkan, untuk memberi ruang penyimpanan bagi kedelai.

Kebutuhan ini sangat mendesak. Karena di ladang kedelainya, polong kecil berwarna kuning itu mulai terbuka dan menyentuh tanah, yang berarti panen akan hilang. Ini adalah perburuan melawan waktu.

“Setiap hari Anda melihat polong itu terbuka, Anda kehilangan $3 ribu (sekitar 47 juta rupiah) dalam sehari,” kata Driver sambil menambahkan bahwa dia tidak memiliki lagi $3 ribu untuk dibuang.

Setelah rekor global panen tahun ini, harga kedelai dan jagung tertekan. Upaya membangun tempat penyimpanan biji-bijian di lahan pertanian Amerika Serikat karena persoalan di Mississippi ini bisa menekan harga lebih panjang lagi.

Memang ada alternatif transportasi sungai, umumnya menggunakan kereta api dan truk, tetapi ongkosnya lebih tinggi dan mengeluarkan emisi karbon dioksida lebih banyak. Lebih dari itu, petani lokal telah begitu terikat dengan sungai Mississippi.

Volume biji-bijian yang diangkut dengan kapal melalui sungai Mississippi telah turun hingga separuhnya dari rata-rata selama tiga tahun terakhir, menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (US Department of Agriculture/USDA).

Air dan Pangan

Air dan keamanan pangan menjadi isu penting dunia saat ini, karena kekeringan maupun banjir sama-sama menjadi ancaman untuk suplai pangan. Peringatan Hari Pangan Dunia oleh badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) pada 16 Oktober lalu, fokus pada peran penting air sebagai pondasi keamanan pangan. Selain itu juga tentang bagaimana pengelolaan air yang lebih baik untuk sumber daya yang sangat berharga dan terbatas ini.

Para penduduk dari komunitas di tepi sungai membawa makanan dan wadah air minum setelah menerima bantuan di tengah kemarau panjang di Careiro da Varzea, negara bagian Amazonas, Brazil, Selasa, 24 Oktober 2023. (Foto: Edmar Barros/AP Photo)
Para penduduk dari komunitas di tepi sungai membawa makanan dan wadah air minum setelah menerima bantuan di tengah kemarau panjang di Careiro da Varzea, negara bagian Amazonas, Brazil, Selasa, 24 Oktober 2023. (Foto: Edmar Barros/AP Photo)

Dalam pidato pembukaan, Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu menekankan pentingnya ketersediaan air bagi keamanan pangan.

“Tema hari pangan dunia tahun ini, Air adalah Kehidupan, Air adalah Pangan, Tidak ada yang Tertinggal, mewujudkan hubungan penting antara keamanan pangan dan keamanan air. Tanpa air tidak ada pangan, dan karena itu tidak ada keamanan pangan tanpa keamanan ketersediaan air,” kata Qu Dongyu seperti dilaporkan oleh kantor berita Associated Press (AP).

Qu menambahkan, pertumbuhan populasi yang cepat, urbanisasi, industrialisasi, perkembangan ekonomi dan krisis iklim telah berdampak pada sumber daya air di seluruh dunia. Sementara meningkatnya bencana banjir dan kekeringan, berdampak lebih jauh ke sistem pertanian pangan, membahayakan kehidupan jutaan petani.

Doa Minta Hujan: Kekeringan Ancam Ketahanan Pangan Dunia
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:05:37 0:00

Menurut Organisasi Meteorologi Dunia (World Meteorology Organization/WMO), lebih banyak peringatan dini dibutuhkan ketika siklus hidrologi global tidak dapat dikontrol.

Sebagai dampak dari perubahan iklim dan aktivitas manusia, siklus hidrologi berputar lebih cepat dan semakin tidak berimbang. Sekjend WMO, Petteri Taalas menyampaikan itu pada 12 Oktober lalu dalam presentasi laporan kepada para jurnalis di Jenewa.

“Pesan kuncinya adalah bahwa siklus hidrologi global sedang berubah dan sejumlah dampak perubahan iklim dirasakan melalui air, banjir, kekeringan dan juga mencairnya glasier,” kata Taalas.

Saat ini, 3,6 miliar manusia menghadapi persoalan akses air yang tidak memadai setidaknya satu bulan setiap tahunnya dan ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 5 miliar pada 2050, menurut data badan PBB yang menangani masalah air dan sanitasi, UN Water. [ns/ab]

Forum

XS
SM
MD
LG