Tautan-tautan Akses

Ditahan Terkait Bisnis Sewa Rahim, Perempuan Hamil WN Filipina Terancam Diadili di Kamboja


Seorang perempuan bersiap untuk difoto di Dallas, Texas, 18 Mei 2023 dalam foto ilustrasi. (Foto: LM Otero/AP Photo)
Seorang perempuan bersiap untuk difoto di Dallas, Texas, 18 Mei 2023 dalam foto ilustrasi. (Foto: LM Otero/AP Photo)

Kasus baru itu menjadi tidak biasa karena biasanya para ibu pengganti dipekerjakan di negara mereka sendiri, bukan dikirim ke tempat lain.

Seorang pejabat senior Kementerian Dalam Negeri Kamboja mengatakan, Sabtu (12/10), bahwa tiga belas perempuan hamil berkewarganegaraan Filipina yang dituduh bertindak secara ilegal sebagai ibu pengganti di Kamboja bisa diancam hukuman penjara setelah mereka melahirkan. Para perempuan itu direkrut secara daring.

Menteri Dalam Negeri Chou Bun Eng, yang memimpin perjuangan negara itu melawan perdagangan manusia dan eksploitasi seksual, mengatakan polisi menemukan 24 perempuan asing, 20 warga Filipina dan empat warga Vietnam. Para perempuan itu ditemukan ketika aparat menggerebek sebuah vila di Provinsi Kandal, dekat Ibu Kota Kamboja, Phnom Penh, pada 23 September.

Tiga belas perempuan Filipina ditemukan dalam keadaan mengandung dan didakwa di pengadilan pada 1 Oktober berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang Pemberantasan Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Seksual, katanya.

Undang-undang tersebut diperbarui pada 2016 untuk melarang bisnis sewa rahim komersial itu setelah Kamboja menjadi tujuan populer bagi orang asing yang mencari perempuan untuk melahirkan anak mereka.

Lebih Murah

Layanan sewa rahim sangat populer di negara-negara berkembang karena biayanya jauh lebih rendah dibandingkan di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Australia, di mana biaya layanan ibu pengganti bisa mencapai sekitar $150.000 atau sekitar 2,3 miliar rupiah.

Bisnis ibu pengganti berkembang pesat di Kamboja setelah diberlakukan pembatasan ketat di negara tetangga Thailand, serta di India dan Nepal.

Pada Juli 2017, pengadilan Kamboja menjatuhkan hukuman 1 1/2 tahun penjara kepada seorang perempuan Australia dan dua rekannya di Kamboja karena menyediakan layanan sewa rahim komersial.

Pattaramon Chanbua, seorang ibu pengganti komersial di Thailand, memangku bayinya dari orang tua Australia, di sebuah rumah sakit di Provinsi Chonburi, di tenggara Thailand, 3 Agustus 2014. (Foto: Apichart Weerawong/AP Photo)
Pattaramon Chanbua, seorang ibu pengganti komersial di Thailand, memangku bayinya dari orang tua Australia, di sebuah rumah sakit di Provinsi Chonburi, di tenggara Thailand, 3 Agustus 2014. (Foto: Apichart Weerawong/AP Photo)

Kasus baru itu menjadi tidak biasa karena biasanya para ibu pengganti dipekerjakan di negara mereka sendiri, bukan dikirim ke tempat lain.

Kamboja sudah mempunyai reputasi buruk dalam hal perdagangan manusia, khususnya terkait dengan penipuan online yang mana orang asing yang direkrut untuk bekerja dengan alasan palsu. Para korban kemudian ditahan dalam kondisi perbudakan virtual dan membantu melakukan penipuan kriminal secara daring terhadap sasaran di banyak negara.

Kasus Masih Samar

Perincian mengenai kasus ibu pengganti yang baru ini masih belum jelas. Ditambah lagi, para pejabat belum menjelaskan apakah para perempuan tersebut ditangkap atau apakah ada orang yang terlibat dalam pengorganisasian skema tersebut yang telah diidentifikasi.

Chou Bun Eng mengatakan kepada kantor berita the Associated Press bahwa bisnis yang merekrut para ibu pengganti itu berbasis di Thailand, dan makanan serta akomodasi mereka di Kamboja diatur dari sana. Dia mengatakan pihak berwenang belum mengidentifikasi bisnis tersebut.

Dia mengatakan tujuh perempuan Filipina dan empat perempuan Vietnam yang ditangkap dalam penggerebekan tetapi tidak hamil akan segera dideportasi.

Chou Bun Eng mengatakan ke-13 perempuan hamil tersebut telah dirawat di sebuah rumah sakit di Phnom Penh. Dia menambahkan bahwa setelah melahirkan, mereka bisa dituntut dengan tuduhan yang membuat mereka diancam hukuman penjara selama dua hingga lima tahun.

Dia mengatakan bahwa Kamboja menganggap perempuan-perempuan tersebut bukan menjadi korban, melainkan pelaku kejahatan yang bersekongkol dengan penyelenggara untuk bertindak sebagai ibu pengganti dan kemudian menjual bayi-bayi tersebut demi mendapatkan uang. Pernyataan Chou Bun Eng tidak dapat diverifikasi, karena perempuan tersebut tidak dapat dihubungi, dan tidak diketahui apakah mereka mempunyai pengacara.

Kedutaan Besar Filipina di Kamboja, menanggapi laporan itu, pada Rabu (9/10), mengonfirmasi sebagian besar perincian terkait dengan apa yang mereka sebut sebagai "penyelamatan 20 perempuan Filipina."

Memastikan bahwa 20 warga Filipina diwawancarai di hadapan perwakilan Kedutaan Besar dan seorang penerjemah dalam setiap langkah proses penyelidikan,” katanya. [ft/ah]

Recommended

XS
SM
MD
LG