Tautan-tautan Akses

Di tengah Kontroversi, Undang-undang Pengawasan Tanpa Perintah Pengadilan AS Menunggu Pembaharuan


Direktur Biro Investigasi Federal (FBI), Christopher Wray, bersaksi dalam sidang dengan anggota Senat AS, di Gedung Capitol, Washington, pada 31 Oktober 2023. (Foto: Reuters/Jonathan Ernst)
Direktur Biro Investigasi Federal (FBI), Christopher Wray, bersaksi dalam sidang dengan anggota Senat AS, di Gedung Capitol, Washington, pada 31 Oktober 2023. (Foto: Reuters/Jonathan Ernst)

Sebuah bagian kontroversial dari undang-undang federal yang memberikan badan intelijen AS kemampuan untuk melakukan pengawasan tanpa perintah pengadilan terhadap komunikasi orang-orang non-AS di luar negeri akan berakhir pada akhir tahun ini. Situasi ini akan menciptakan tekanan pada Kongres untuk memperbaruinya, meskipun para aktivis privasi menuntut agar UU tersebut direformasi.

Pasal 702 Undang-Undang Pengawasan Intelijen Asing (FISA) mengizinkan pengawasan elektronik terhadap orang non-AS di luar negeri dan di luar Amerika Serikat untuk tujuan keamanan nasional. UU ini juga memuat ketentuan yang memperbolehkan pengawasan terhadap target intelijen asing di AS, dengan tunduk pada persetujuan pengadilan khusus Pengawasan Intelijen Asing.

Karena pengawasan terhadap warga negara asing seringkali dapat menangkap komunikasi warga negara Amerika yang bukan merupakan sasaran langsungnya, banyak organisasi kebebasan sipil percaya bahwa operasi FISA melanggar perlindungan hukum terhadap privasi individu. Yang menambah kekhawatiran tersebut adalah fakta bahwa informasi yang dikumpulkan sebagai bagian dari pengawasan FISA dapat ditanyakan oleh lembaga penegak hukum dalam negeri, seperti Biro Investigasi Federal, tanpa surat perintah. Para pengecam mengatakan praktik ini sama dengan “penggrebekan lewat jalan belakang.”

Investigasi dalam beberapa tahun terakhir telah menemukan banyak contoh di mana lembaga penegak hukum menyalahgunakan proses FISA untuk mendapatkan akses terhadap informasi tentang warga negara AS. Hal ini mencakup operasi yang mengumpulkan informasi tentang tim kampanye mantan Presiden Donald Trump pada tahun 2016 dan lainnya yang menargetkan para pemimpin gerakan Black Lives Matter.

Keberatan dari kelompok hak asasi manusia

Jeramie D. Scott, penasihat senior dan direktur Proyek Pengawasan Pengawasan di Pusat Informasi Privasi Elektronik (EPIC), mengatakan kepada VOA bahwa kelompoknya yakin undang-undang tersebut hanya boleh diperbarui jika tindakan-tindkan pengamanan penting ditambahkan.

“EPIC dan mitra koalisi kami sangat jelas bahwa Pasal 702 tidak boleh disahkan ulang tanpa reformasi yang signifikan, termasuk persyaratan surat perintah untuk penggeledahan informasi warga AS,” tulisnya dalam pertukaran email.

Kia Hamadanchy, penasihat kebijakan senior di American Civil Liberties Union, mengatakan bahwa organisasinya telah menentang Pasal 702 sejak FISA ditandatangani menjadi undang-undang, dan penolakannya terus berlanjut.

“Kami mempunyai keprihatinan yang sangat serius mengenai penanganan masalah ini,” katanya kepada VOA. “Selama 15 tahun terakhir, kami telah melihat banyak sekali pelanggaran. … Jadi, posisi kami saat ini adalah bahwa Pasal 702 tidak boleh disahkan kembali jika tidak ada reformasi mendasar.”

Penegakan hukum mengutip kebutuhan

Ketika hadir di hadapan Komite Keamanan Dalam Negeri DPR pada hari Rabu (15/11), Direktur FBI Christopher Wray menyampaikan kesaksian yang telah disiapkan di mana ia menguraikan berbagai ancaman keamanan yang dihadapi negara, dan mengatakan bahwa membiarkan Pasal 702 berakhir, atau membatasi penggunaannya, akan membuat negara menjadi kurang aman.

“Hilangnya ketentuan penting ini, atau otorisasi ulang dalam bentuk yang lebih sempit, akan menimbulkan risiko besar,” kata Wray. “Khususnya bagi FBI, hasil apa pun dapat sangat mengganggu, atau dalam beberapa kasus menghilangkan sepenuhnya, kemampuan kita untuk menemukan dan mengacaukan banyak ancaman keamanan paling serius.”

Pada sidang yang sama, Christine Abizaid, direktur Pusat Kontra Terorisme Nasional (NCTC), menggambarkan Pasal 702 sebagai hal yang penting untuk melindungi negara dari serangan teroris.

“Salah satu pertanyaan paling penting yang harus ditentukan oleh NCTC adalah apakah teroris internasional bisa mendapatkan akses dan menimbulkan ancaman terhadap negara” kata Abizaid dalam kesaksiannya. “Pasal 702 sangat penting bagi kemampuan kita untuk melakukan hal tersebut, dan tanpanya, Amerika Serikat dan dunia akan menjadi kurang aman.”

Jalur berbeda di Kongres

Tampaknya setidaknya ada dua RUU otorisasi ulang Pasal 702 yang bersaing dan berhasil lolos di Kongres.

Pekan lalu, sekelompok anggota parlemen bipartisan dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat mengumumkan penerapan Undang-Undang Reformasi Pengawasan Pemerintah, yang akan mengesahkan kembali Pasal 702 dengan pembatasan yang signifikan.

RUU tersebut antara lain mengharuskan lembaga penegak hukum dalam negeri untuk mendapatkan surat perintah sebelum mencari informasi di data FISA tentang warga negara Amerika. Hal ini telah didukung oleh sejumlah besar organisasi kebebasan sipil.

“Rakyat Amerika tahu bahwa kita bisa menghadapi musuh-musuh negara kita dengan garang tanpa mencampakkan hak konstitusional kita,” kata Senator Ron Wyden, salah seorang pendukung RUU itu, ketika RUU itu diperkenalkan. “Tetapi sudah terlalu lama, undang-undang pengawasan tidak mengikuti perubahan zaman.”

Reformasi yang lebih kecil

Pada Selasa (14/11), organisasi berita Politico memperoleh serangkaian pokok pembicaraan yang menguraikan bentuk proposal saingan mengenai otorisasi ulang Pasal 702 yang sedang dipertimbangkan oleh Komite Tetap Intelijen DPR. Pembatasan yang akan diterapkan pada penggunaan Pasal 702 dalam penegakan hukum lebih terbatas. Misalnya, lembaga penegak hukum dalam negeri hanya perlu mendapatkan surat perintah untuk mencari “bukti kejahatan” di data FISA.

Kelompok hak asasi manusia mengecam reformasi versi komite intelijen karena tidak berjalan cukup baik.

“Membatasi persyaratan surat perintah pada penggeledahan ‘bukti kejahatan’ tidak banyak membantu mengatasi pelanggaran yang terdokumentasi dengan baik terhadap otoritas 702,” kata Scott dari EPIC. “Selain itu, setiap usulan reformasi yang serius harus melampaui 702 untuk menutup celah serupa yang memungkinkan pemerintah memperoleh informasi warga Amerika tanpa surat perintah. Tidak melakukan hal ini berarti tidak menganggap serius privasi dan kebebasan sipil warga Amerika.” [my/rs]

Forum

XS
SM
MD
LG