Negara-negara yang dituduh melanggar hak dan kebebasan warga negara akan diawasi secara ketat oleh 47 anggota Dewan Hak Asasi Manusia PBB dalam sesi tiga minggu mendatang.
Sebagai urutan pertama dari agendanya, Dewan Hak Asasi Manusia PBB akan mempertimbangkan permintaan negara-negara anggota agar mengadakan debat mendesak tentang situasi hak asasi manusia di Belarus. Negara ini berada dalam kekacauan setelah adanya dugaan kecurangan dalam pemilihan presiden 9 Agustus lalu.
Tuduhan pembunuhan di luar hukum terhadap ribuan orang yang terperangkap dalam perang melawan narkoba oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte juga akan menjadi masalah utama. Selain itu, beberapa negara pelanggar terus menerus hak asasi manusia akan menjadi sorotan.
Laporan yang merinci eksekusi tanpa pengadilan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, penghilangan paksa, serangan seksual dan pelanggaran-pelanggaran lain di negara-negara seperti Suriah, Myanmar, Venezuela, Sudan Selatan, Libya, Iran dan Kamboja semuanya akan diselidiki.
Selain itu, beberapa mandat investigasi mungkin akan berakhir. Misalnya, Komisi Penyelidik Hak Asasi Manusia di Burundi, yang dibentuk empat tahun lalu, akan mempresentasikan laporan akhirnya pada bulan ini.
Direktur Human Rights Watch di Jenewa, John Fisher mengatakan bahwa mandat komisi itu penting untuk dipertahankan. Dia mengatakan kenyataan di lapangan tidak banyak berubah meskipun Presiden Burundi Evariste Ndayishimiye berkuasa setelah kematian Presiden Pierre Nkurunziza yang telah lama menjabat.
“Kami juga sangat prihatin bahwa presiden telah membuat pernyataan yang bersifat mengecam tentang masyarakat madani, dan telah mengisyaratkan bahwa mereka bukan corong kekuatan asing atau terlibat dalam penjualan rahasia atau mengungkap rahasia negara kepada kekuatan asing, bahwa mereka cenderung membatasi diri pada kritik, dan lain-lain,” ujar Fisher.
Fisher mengatakan dia prihatin bahwa beberapa orang yang bertanggung jawab atas pelanggaran di bawah pemerintahan Nkurunziza tetap berada dalam pemerintahan baru.
Para aktivis hak asasi manusia mendesak agar negara-negara yang disebut sebagai tidak tersentuh dimintai pertanggungjawaban dalam sidang yang akan berlangsung. Negara-negara itu adalah yang dianggap terlalu kuat untuk dihadirkan di Dewan.
Sebuah koalisi global yang terdiri dari 321 kelompok masyarakat sipil dari 60 negara menyerukan agar China menghadapi pengawasan yang lebih cermat atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang sistemik dan serius.
Para aktivis berharap Rusia berada di bawah pengawasan ketat karena dugaan meracuni tokoh oposisi Alexey Navalny dengan racun saraf yang mematikan dari era Soviet.
Fisher mengatakan kondisi di Arab Saudi menuntut pengawasan yang lebih cermat. “Sejumlah pembela hak asasi perempuan dan pengkritik pemerintah lainnya tetap ditahan dan tidak diberi kesempatan berkomunikasi. Terdapat rincian situasi penjara yang terlalu padat, yang tentunya memperparah krisis kesehatan, terutama pada masa pandemi COVID, penolakan akses pada perawatan kesehatan, dan kematian tahanan dalam keadaan yang mencurigakan. "
Fisher mengatakan semua tahanan harus dibebaskan dan dewan harus mendesak reformasi penjara dan menempatkan Arab Saudi berada di bawah lensa hak asasi manusia. [lt/jm]