Tautan-tautan Akses

Deteksi Dini Virus Corona Bisa Tekan Tingkat Kematian di Indonesia


Presiden Joko Widodo memantau lokasi karantina darurat wisma atlet Kemayoran di Jakarta 23 Maret 2020
Presiden Joko Widodo memantau lokasi karantina darurat wisma atlet Kemayoran di Jakarta 23 Maret 2020

Dr. dr. Tri Yunis Miko Wahyono, Ketua Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia mengatakan tingkat kematian akibat virus corona baru (COVID-19) di Indonesia bisa lebih rendah dari level saat ini, yang mencapai di atas 8 persen, apabila deteksi dini di lapangan berjalan baik.

Miko mengatakan dengan kondisi tingkat keparahan (severity) penyakit yang relatif sama dengan di negara-negara lain yang terjangkit COVID-19, tingkat kematian di Indonesia seharusnya hanya berkisar 5 persen, di bawah 8,3 persen tingkat kematian saat ini.

Namun, kata Miko, karena deteksi dini tidak memadai, kasus positif yang dilaporkan masih di bawah jumlah sebenarnya. Selain itu, sering kali pasien baru terdeteksi COVID-19 pada kondisi yang sudah berat atau parah, sehingga menimbulkan kematian.

“Masih banyak kasus yang tidak terlacak atau tidak terdeteksi di lapangan. Banyak kasus terdeteksi dalam kondisi yang berat. Jadi pelayanan kita kurang siap. Dengan deteksi dini yang baik dan pelayanan (kesehatan yang baik), fatality rate-nya (tingkat kematian) bisa diturunkan,” papar Miko.

Jika deteksi dini dilakukan dengan cepat dan baik, imbuh Miko, angka kasus positif di Indonesia seharusnya sudah dua kali lebih tinggi dari yang dilaporkan pemerintah.

Per Jumat, 27 Maret 2020, pemerintah melaporkan sudah ada 1.046 kasus terkonfirmasi virus corona, termasuk 87 kematian. Dari data tersebut, tingkat kematian di Indonesia akibat virus corona berkisar 8,3 persen, termasuk tertinggi di dunia. Sebagai perbandingan, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), tingkat kematian di Italia mencapai 10 persen dari total 74 ribu lebih kasus positif dan 7,2 persen di Spanyol dari total hampir 48 ribu kasus di negara itu.

Lambannya deteksi dini dan kurangnya pelayanan kesehatan, menurut Miko, juga menjadi sebagian faktor yang membuat tingginya tingkat kematian di Italia.

Seperti penyakit lainnya, ujar Miko, kalau COVID-19 pada seseorang dideteksi lebih dini saat penyakit masih ringan, tingkat kematian juga kecil. Dia mencontohkan keberhasilan Korea Selatan dan Singapura menekan angka kematian dengan menggelar tes cepat massal.

Mengutip data WHO per 26 Maret, Singapura hanya mencatatkan 2 kasus kematian dari total 631 kasus atau hanya 0,03 persen, sedangkan Korea Selatan melaporkan 131 kematian dari 9,241 kasus atau 1,4 persen

Bali, Surabaya

Bali dan Jawa Timur adalah dua wilayah yang menurut Miko, sangat penting untuk segera dilakukan deteksi dini. Pasalnya, kasus-kasus yang laporkan dari dua wilayah tersebut disinyalir masih jauh di bawah jumlah kasus yang sebenarnya. Padahal, keduanya adalah salah pintu masuk utama ke Indonesia dari luar negeri.

“Surabaya dan Denpasar adalah pelabuhan internasional. Jumlah kunjungan banyak. Jadi kemungkinan banyak kasus yang tidak terdeteksi,” paparnya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per Jumat, 27 Maret 2020, Jawa Timur mencatat 66 kasus positif, termasuk empat kematian. Sedangkan Bali hanya melaporkan sembilan kasus positif, termasuk dua kematian.

“Pertambahan kasus di luar kasus (penularan oleh) orang Jepang, tidak mungkin terjadi kalau tidak ada kasus impor atau dari orang Indonesia yang keluar negeri, dan punya COVID-19, lalu tidak terdeteksi,” imbuhnya.

Miko merujuk dua kasus positif virus corona pertama di Indonesia. Dalam kasus tersebut, pasien terjangkit virus corona setelah kontak langsung dengan seorang wisatawan Jepang yang sedang berkunjung ke Jakarta. Warga negara Jepang itu sendiri baru terdeteksi positif virus corona saat kembali ke Malaysia.

Perlukah Indonesia Lockdown?

Ditanya mengenai langkah pemerintah belum terapkan lockdown, Miko berpendapat lockdown bukan opsi utama untuk mengatasi penyebaran virus corona. Menurut Miko lockdown dan isolasi terbatas semakin sulit diterapkan bila kasusnya sudah mencapai ribuan.

Oleh karena itu, Miko sangat menyarankan pemerintah segera melakukan deteksi dini untuk mencari semua kasus yang mungkin ada dan contact-tracing atau melacak dari semua kasus yang sudah ada.

“Kemudian dideteksi, apakah yang kontak itu sakit atau tidak. Kemudian melakukan isolasi terhadap semua kasus dan kontak yang positif dan negatif. Yang negatif (diisolasi) di rumah, yang positif di rumah sakit,” ujar Miko.

Dia menambahkan langkah pemerintah mendirikan rumah sakit khusus menangani pasien virus corona di Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta dan di Pulau Galang, sudah tepat.

Menteri Bidang Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD mengumumkan pemerintah tengah mematangkan rancangan Peraturan Pemerintah mengenai karantina wilayah pada Jumat 27 Maret. Namun ia menekankan konsep karantina wilayah ini berbeda dengan lockdown. Mahfud pastikan Peraturan Pemerintah ini akan selesai pekan depan. [ft/rw/dw]

Recommended

XS
SM
MD
LG