Amerika hari Selasa (29/5) mengatakan kebebasan beragama di seluruh dunia kini “terancam.”
“Kondisi kebebasan beragama sangat mengerikan,” ujar Sam Brownback, Duta Besar Luar Biasa untuk Isu Kebebasan Beragama Internasional, ketika ia dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo merilis laporan tahunan badan itu, yang menyimpulkan bahwa banyak negara di seluruh dunia mengambil tindakan keras terhadap penganut agama dan menjatuhkan hukuman berat karena keyakinan mereka.
Bahkan menjelang pertemuan puncak antara Presiden Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un 12 Juni mendatang tentang program nuklir negara itu, Departemen Luar Negeri Amerika tetap mengkritisi negara komunis tertutup itu karena melakukan pelanggaran terhadap penganut agama.
“Pemerintah Korea Utara terus menerus menindak keras mereka yang terlibat dalam hampir semua praktik agama apapun lewat eksekusi, penyiksaan, pemukulan dan penangkapan,” demikian pernyataan laporan itu.
“Diperkirakan ada 80.000 sampai 120.000 tahanan politik, sebagian ditahan karena alasan agama, dan diyakini ditahan di kamp-kamp penjara politik di daerah terpencil di bawah kondisi yang mengerikan.”
Brownback juga mengatakan, “Apa yang kita tahu adalah adanya sistem "gulag" yang beroperasi di Korea Utara, dan ini merupakan situasi yang mengerikan selama bertahun-tahun. Anda dapat menggunakan satelit dan melihat sejumlah kamp ini dan situasi mereka. Ada orang-orang yang telah keluar dan menulis tentang situasi di Korea Utara. Kami tahu situasinya sangat sulit dan menimbulkan keputus-asaan, dan khususnya bagi orang beriman, dan itulah mengapa kami tetap memberi perhatian khusus pada Korea Utara.”
Laporan itu juga mengutuk pelecehan terhadap penganut agama di China, Iran, Rusia, dan negara-negara lain.
Ketika merilis laporan itu, Pompeo mengatakan, “Memajukan kebebasan beragama akan memajukan kepentingan Amerika. Di mana ada serangan terhadap kebebasan fundamental agama, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers dan kebebasan berkumpul secara damai; akan ditemukan konflik, ketidakstabilan dan terorisme. Di sisi lain, pemerintah dan masyarakat yang menjunjung tinggi kebebasan ini, berada dalam kondisi yang lebih aman, stabil dan damai. Jadi demi semua alasan itu, melindungi dan memajukan respek global pada kebebasan beragama merupakan prioritas bagi pemerintahan Trump.”
Pompeo mengatakan Departemen Luar Negeri Amerika akan mengadakan pertemuan tingkat menteri pada 25-26 Juli mendatang untuk memajukan kebebasan beragama, dengan mengundang diplomat-diplomat asing dari “negara-negara, perwakilan organisasi internasional, komunitas agama, dan masyarakat sipil yang berpandangan sama untuk menegaskan kembali komitmen kita pada kebebasan beragama sebagai hak asasi manusia yang universal.” [em/ds]