Demonstran turun ke jalan-jalan di berbagai kota Amerika untuk malam keenam pada hari Minggu (31/5) untuk melampiaskan kemarahan mereka atas kematian George Floyd, lelaki kulit hitam yang tewas di tangan polisi dan menyerukan perubahan. Sementara itu, polisi di berbagai daerah berusaha menegakkan peraturan jam malam.
Los Angeles, Chicago, Miami, Detroit dan Philadelphia termasuk di antara hampir 40 kota yang memberlakukan perintah melarang demonstran turun ke jalan-jalan setelah hari gelap. Gubernur Texas dan Virginia menetapkan situasi darurat.
Beberapa wali kota di kota-kota besar, seperti Wali Kota San Francisco, London Breed mengatakan jam malam tersebut berlaku tanpa batas.
Peristiwa serupa terjadi di banyak kota di mana protes yang sebagian besar berlangsung damai kemudian berubah menjadi kejadian di mana beberapa orang membakar ban-ban dan menghancurkan etalase toko. Polisi dengan perisai dan pentungan berusaha mendorong para demonstran, dan melontarkan gas air mata ke tengah massa.
Polisi di Washington menggunakan gas air mata dan granat kejut untuk membubarkan lebih dari 1.000 orang di Lafayette Park di seberang Gedung Putih. Massa berpawai dari Howard University dan memusatkan kemarahan mereka pada polisi, sembari berteriak-teriak, “Tak ada keadilan, tak ada perdamaian, tak ada polisi rasis.”
Lampu-lampu yang biasanya menyinari bagian luar Gedung Putih pada malam hari dipadamkan.
Wali kota Washington Muriel Bowser memerintahkan larangan keluar rumah, mulai Minggu malam hingga Senin pagi, dan mengaktifkan Garda Nasional DC untuk membantu polisi.
Anggota Garda Nasional juga bekerja sama dengan polisi di Atlanta untuk menegakkan jam malam di kota itu. Wali Kota Atlanta Keisha Lance Bottom pada hari Minggu (31/5) memecat dua polisi dan menarik tiga lainnya dari lapangan hingga tuduhan mengenai penggunaan kekuatan secara berlebihan pada Sabtu malam dapat dievaluasi.
Tidak ada jam malam diberlakukan di kota New York, di pada pada siang harinya polisi menjaga jarak dari pengunjuk rasa tetapi pada malam hari, polisi beberapa kali menyerbu ke tengah massa untuk membersihkan daerah-daerah dan melakukan penangkapan, sementara demonstran melemparkan berbagai benda ke arah polisi.
Demonstrasi dimulai hari Selasa (26/5) di Minneapolis, di mana George Floyd, lelaki kulit hitam berusia 46 tahun, tewas sewaktu ditahan dengan tangan diborgol, muka menghadapi tanah, sementara lutut seorang polisi menindih lehernya selama lebih dari delapan menit.
Para pengunjuk rasa menyatakan mereka memprotes bukan hanya perlakuan keras polisi terhadap lelaki dan perempuan kulit hitam, tetapi juga terhadap rasisme sistemik di AS. [uh/ab]