Para pengunjuk rasa di Sudan berdemonstrasi hingga Senin (25/10) malam setelah pihak militer di negara itu merebut kekuasaan dalam sebuah kudeta.
Pasukan keamanan menembaki pengunjuk rasa pada Senin pagi, dan menewaskan tiga demonstran, menurut Komite Dokter Sudan. Kelompok itu mengatakan sedikitnya 80 orang terluka dalam insiden tersebut.
Panglima militer Sudan, Jenderal Abdel-Fattah Burhan, mengumumkan keadaan darurat nasional pada Senin dan menyatakan berakhirnya pemerintahan transisi yang dipimipin oleh gabungan dewan sipil dan militer yang telah berkuasa selama dua tahun terakhir.
Jenderal Burhan menyampaikan pidato lewat televisi setelah pasukan militer menangkap Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan para pejabat Dewan Berdaulat lainnya.
Burhan mengatakan dia membubarkan dewan dan pemerintahan karena “pertengkaran politik yang mengancam keamanan negara” dan mengumumkan bahwa “pemerintahan teknokrat baru akan segera dibentuk.”
Wartawan Michael Atit, yang berada di ibu kota Sudan, mengatakan kepada VOA bahwa ribuan pengunjuk rasa membanjiri jalan-jalan Khartoum menyusul laporan penangkapan Hamdok. Atit melaporkan bahwa dia mendengar suara-suara tembakan dan menyaksikan ban dibakar di jalan-jalan.
Atit mengatakan sebagian besar telekomunikasi di Khartoum telah diputus, termasuk internet dan stasiun radio. Hanya stasiun televisi milik negara yang mengudara, menyiarkan musik patriotik.
Utusan Khusus PBB untuk Sudan, Volker Perthes, mengatakan pihak militer telah “mengambil alih Khartoum, menutup pintu masuk dan jembatan, dan menutup bandara dan juga mengambil alih TV pemerintah.” [lt/pp]