Ribuan demonstran antipemerintah Thailand dan pendukung Raja Maha Vajiralongkorn Rabu (14/10) melakukan unjuk kekuatan, sementara ketegangan politik meningkat setelah demonstrasi selama tiga bulan.
Demonstran antipemerintah bertolak dari Monumen Demokrasi menuju kompleks kantor pemerintah untuk menuntut pengunduran diri PM Prayuth Chan-ocha, seorang mantan pemimpin junta, dan menginginkan konstitusi baru. Mereka juga menyerukan reformasi monarki.
Beberapa meter dari tempat itu, berkumpul pasukan keamanan, pegawai negeri dan pendukung kerajaan yang semuanya mengenakan warna kuning kerajaan sebelum konvoi kendaraan bermotor raja dijadwalkan melintasi jalan tersebut.
Meski sempat terjadi perkelahian, kedua pihak kebanyakan tetap terpisah. Namun, konfrontasi ini menghidupkan kembali kekhawatiran mengenai kesulitan di negara yang mengalami kekerasan jalanan selama satu dekade ini antara para pendukung dan penentang pemerintah sebelum kudeta tahun 2014.
“Percayalah pada demokrasi. Kita tidak dapat mundur,” kata pemimpin protes Parit “Penguin” Chirawat kepada demonstran.
Sementara ribuan orang berbaju kuning berjajar di tepi jalan ketika para demonstran berlalu, tidak jelas berapa banyak pendukung di masing-masing pihak. Satu orang tampak memberi salam tiga jari kepada demonstran antipemerintah, yang kemudian bergegas menjabat tangannya.
Pemimpin pendukung kerajaan Buddha Issara mengatakan para demonstran dapat meminta demokrasi tetapi tidak boleh menyerukan reformasi kerajaan, seperti yang dilakukan beberapa orang. “Mereka tidak boleh menyentuh institusi itu,” katanya kepada wartawan.
Para demonstran mengemukakan tantangan langsung yang jarang terhadap raja pada hari Selasa (13/10), dengan berteriak-teriak ke arah konvoinya yang sedang berlalu setelah 21 aktivis ditangkap sewaktu bentrok dengan polisi. Polisi menyatakan para tahanan itu dijadwalkan untuk dikenai dakwaan melanggar ketertiban umum pada hari Rabu (14/10). [uh/ab]