Presiden Joe Biden menggunakan pidato perpisahannya pada Rabu (15/1) untuk memperingatkan adanya “oligarki” kelompok ultrakaya yang mengakar di Amerika Serikat dan “kompleks industri teknologi” yang melanggar hak-hak warga Amerika dan masa depan demokrasi.
Berbicara dari Ruang Oval saat ia bersiap untuk menyerahkan kekuasaan pada hari Senin (20/1) kepada Presiden terpilih Donald Trump, Biden menyuarakan kekhawatiran atas akumulasi kekuasaan dan kekayaan di antara segelintir orang.
“Saat ini, oligarki sedang terbentuk di Amerika dengan kekayaan, kekuasaan, dan pengaruh ekstrem yang benar-benar mengancam seluruh demokrasi kita, hak-hak dasar dan kebebasan kita, dan peluang yang adil bagi semua orang untuk maju,” kata Biden. Dia menyoroti adanya “konsentrasi kekuasaan yang berbahaya di tangan segelintir orang yang sangat kaya. Terdapat konsekuensi berbahaya jika penyalahgunaan kekuasaan tidak dikendalikan.”
Mengutip peringatan Presiden Dwight Eisenhower mengenai kompleks industri militer ketika dia meninggalkan jabatannya, dia menambahkan, “Saya juga prihatin dengan potensi munculnya kompleks industri teknologi yang juga dapat menimbulkan bahaya nyata bagi negara kita.”
Biden menyuarakan kekhawatirannya ketika beberapa orang terkaya di dunia dan raksasa industri teknologi berbondong-bondong memihak Trump dalam beberapa bulan terakhir, terutama setelah kemenangannya pada bulan November. Miliarder Elon Musk menghabiskan lebih dari $100 juta untuk membantu Trump terpilih, dan para eksekutif seperti Mark Zuckerberg dari Meta dan Jeff Bezos dari Amazon telah menyumbang kepada komite pelantikan Trump dan mengunjungi klub pribadi Trump di Florida untuk bertemu dengan sang presiden terpilih.
Biden juga menyerukan amendemen konstitusi untuk mengakhiri kekebalan bagi presiden yang menjabat, setelah Mahkamah Agung memberikan perlindungan menyeluruh kepada Trump tahun lalu dari tanggung jawab pidana atas perannya dalam upaya membatalkan kekalahannya dari Biden pada tahun 2020.
Pidatonya di Ruang Oval merupakan yang terbaru dari serangkaian pidatonya mengenai kebijakan dalam negeri dan hubungan luar negeri yang dimaksudkan untuk memperkuat warisannya. Sebelumnya pada hari yang sama, ia mengumumkan perjanjian gencatan senjata yang telah lama ditunggu-tunggu antara Israel dan Hamas, yang dapat mengakhiri pertumpahan darah selama lebih dari satu tahun di Timur Tengah.
“Butuh waktu untuk merasakan dampak dari semua yang telah kita lakukan bersama, namun benih sudah ditanam dan akan tumbuh serta berkembang selama beberapa dekade mendatang,” kata Biden.
Biden tidak meninggalkan Gedung Putih seperti yang diharapkannya. Dia mencoba mencalonkan diri kembali, mengesampingkan kekhawatiran pemilih bahwa dia akan berusia 86 tahun pada akhir masa jabatan kedua. Setelah penampilan yang tidak mengesankan dalam debat dengan Donald Trump dari Partai Republik, Biden mundur dari pencalonan karena tekanan dari partainya sendiri.
Dia mendukung Wakil Presiden Kamala Harris, yang kalah dari Trump pada bulan November. Kini Biden bersiap untuk menyerahkan kekuasaan kepada seseorang yang dia gambarkan sebagai ancaman nyata terhadap lembaga-lembaga demokrasi negaranya.
Dia secara tersirat mengakui bahwa janjinya masih belum terpenuhi dalam surat terbuka yang dirilis pada Rabu pagi.
“Saya mencalonkan diri sebagai presiden karena saya yakin jiwa Amerika sedang dipertaruhkan,” tulis Biden. “Siapa diri kita sedang dipertaruhkan. Dan hal ini masih terjadi.” [ab/uh]
Forum