China pada Rabu (13/12) menuduh Inggris memiliki “niat jahat” terhadap Hong Kong setelah Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron bertemu dengan putra aktivis prodemokrasi Jimmy Lai yang dipenjara.
Lai, warga negara Inggris berusia 75 tahun dan pendiri tabloid Apple Daily yang kini tutup, telah berada di balik jeruji besi di Hong Kong sejak tahun 2020, menunggu persidangan atas tuduhan “kolusi dengan kekuatan asing” berdasarkan undang-undang keamanan nasional yang kontroversial.
Cameron bertemu putra Lai, Sebastian, di London pada Selasa untuk "mendengarkan keprihatinannya terhadap ayahnya," tulis Kementerian Luar Negeri Inggris di media sosial, dan menambahkan bahwa "Inggris menentang Undang-undang Keamanan Nasional dan akan terus mendukung Jimmy Lai dan rakyat Hong Kong".
“China mendesak Inggris untuk sungguh-sungguh menghormati fakta dan supremasi hukum, serta berhenti mencampuri urusan Hong Kong dan urusan dalam negeri China,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning pada hari Rabu menanggapi pertemuan tersebut.
Mao menyebut Lai senior sebagai "kekuatan pendorong dalam kekacauan di Hong Kong", mengacu pada demonstrasi besar-besaran prodemokrasi pada 2019.
"Standar ganda dan niat jahat Inggris terlihat jelas," kata Mao.
Jika terbukti bersalah, Lai menghadapi hukuman penjara seumur hidup berdasarkan undang-undang keamanan nasional, yang diberlakukan Beijing di Hong Kong pada 2020.
Tujuan undang-undang tersebut adalah untuk meredam perbedaan pendapat. Banyak anggota parlemen oposisi terkemuka dan aktivis demokrasi di kota semiotonom tersebut telah melarikan diri ke luar negeri atau dipenjarakan dalam waktu tiga tahun sejak undang-undang tersebut disahkan.
Awalnya dijadwalkan dimulai setahun sebelumnya, persidangan Lai atas tuduhan kolusi telah ditunda dua kali dan kini dijadwalkan pada 18 Desember.
Ia juga telah dijatuhi hukuman karena menghadiri empat protes prodemokrasi dan melakukan penipuan. Sejauh ini, secara total, ia telah divonis lebih dari tujuh tahun penjara. [ab/uh]
Forum