Bagaimana Beijing menanggapi keputusan itu dalam kasus yang diajukan oleh sekutu Amerika, Filipina, dapat menentukan arah hubungan negara-negara kuat dunia di kawasan yang semakin berbahaya itu. Kasus itu muncul sementara Amerika meningkatkan kehadiran militernya di kawasan tersebut dan mungkin akan berusaha menghimpun opini dunia untuk menekan Beijing agar mematuhi keputusan mahkamah internasional. Pemimpin baru Filipina yang tampaknya lebih bersahabat dengan Beijing juga dapat mempengaruhi dampak keputusan itu.
Mahkamah yang berbasis di Den Haag itu akan memutuskan kasus tahun 2013 tersebut yang menentang yang disebut garis“nine-dash line” yang digunakan China untuk mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan dan yang ditentang Manila karena garis itu melanggar zona ekonomi eksklusif 200 mil-nya. Sengketa itu berpusat pada perairan yang dilintasi perdagangan sedunia yang bernilai kira-kira $ 5 triliun setiap tahun dan daerah yang kaya ikan dan berpotensi kekayaan minyak, gas dan sumber alam lain.
Filipina juga telah meminta mahkamah tersebut agar menentukan apakah beberapa daerah yang disengketakan adalah batu-batuan, karang atau pulau, langkah yang bertujuan untuk menentukan batas wilayah perairan milik Filipina atau apakah itu dapat memperluas zona ekonomi eksklusif Filipina.
Bukan hanya sekedar menentukan kedaulatan atas batu-batuan dan karang atau perairan, sengketa Laut China Selatan telah menjadi tempat percobaan bagi China yang sedang bangkit untuk menantang kepemimpinan Amerika dalam system strategi Asia, kata para analis. [gp]