Saham-saham Amerika Serikat merosot pada Jumat (7/2) di tengah kekhawatiran mengenai inflasi dan tarif yang lebih tinggi, sementara itu laporan ketenagakerjaan yang sangat diperhatikan pasar memberikan gambaran beragam mengenai pasar kerja Amerika.
Indeks S&P 500 melemah hampir 1 persen, dan Dow Jones Industrial Average turun lebih dari 400 poin, atau hampir 1 persen. Saham Amazon anjlok menyusul laporan laba terbarunya, yang ikut menyeret indeks harga saham gabungan Nasdaq turun sekitar 1,4 persen.
Imbal hasil obligasi Departemen Keuangan Amerika (Treasury) juga meningkat di pasar obligasi setelah laporan yang mengecewakan pada Jumat pagi menunjukkan bahwa sentimen di kalangan konsumen Amerika secara tak terduga memburuk. Laporan awal dari Universitas Michigan mengatakan konsumen Amerika memperkirakan inflasi pada tahun depan akan mencapai 4,3 persen, yang menandai perkiraan tertinggi sejak 2023.
Angka itu merupakan satu poin persentase lebih tinggi dari apa yang mereka perkirakan sebulan sebelumnya, dan ini merupakan peningkatan kedua berturut-turut dalam jumlah yang tidak biasa. Para ekonom merujuk pada kemungkinan penerapan tarif Amerika terhadap berbagai macam produk impor, yang telah diusulkan oleh Presiden Donald Trump, dan pada akhirnya dapat melambungkan harga-harga yang harus ditanggung konsumen AS.
Trump mengatakan pada Jumat bahwa ia kemungkinan akan mengumumkan pada Senin (10/2) atau Selasa (11/2) mengenai “tarif timbal balik, di mana suatu negara membayar begitu banyak atau membebankan biaya yang sangat besar kepada kami, dan kami melakukan hal yang sama.”
Laporan Data Lapangan Kerja
Data sentimen konsumen ini menyusul laporan beragam mengenai pasar kerja AS. Laporan tersebut menunjukkan bahwa jumlah pekerja yang dipekerjakan pada bulan lalu kurang dari separuh jumlah pekerja pada Desember. Namun ada data yang menggembirakan bagi para pekerja: Tingkat pengangguran menurun, dan para pekerja mengalami kenaikan upah rata-rata yang lebih besar dibandingkan perkiraan para ekonom.
Semua data yang digabungkan bisa mendorong Federal Reserve, untuk kembali mempertahankan suku bunga acuan. The Fed mulai memangkas suku bunga acuan pada September lalu untuk mengurangi tekanan pada perekonomian dan pasar kerja. Namun, pada akhir tahun The Fed memperingatkan bahwa bank sentra Amerika itu mungkin akan memangkas suku bunga lebih sedikit pada 2025 dibandingkan perkiraan, mengingat kekhawatiran terhadap inflasi yang tetap tinggi.
Suku bunga adalah salah satu hal yang paling diperhatikan oleh Wall Street, karena suku bunga yang lebih rendah dapat menyebabkan harga saham dan investasi lainnya menjadi lebih tinggi. Sisi negatifnya adalah suku bunga rendah juga bisa kian memicu inflasi.
Bagi Scott Wren, ahli strategi pasar global senior di Wells Fargo Investment Institute, laporan ketenagakerjaan tidak mengubah perkiraannya bahwa The Fed akan memangkas suku bunga dana federal hanya sekali pada 2025. Angka tersebut lebih konservatif dibandingkan proyeksi dari banyak pedagang di Wall Street. Menurut data CME Group, para pedagang di Wall Street secara kolektif melihat peluang sekitar 45 persen bahwa The Fed akan memangkas setidaknya dua kali. Tentu saja, beberapa pedagang juga bertaruh pada kemungkinan tidak adanya pemotongan.
Wren mengatakan pasar keuangan bisa tetap goyah dalam waktu dekat, bukan hanya karena ketidakpastian mengenai suku bunga tetapi juga karena tarif Trump dan berbagai faktor lainnya yang tidak diketahui di seluruh dunia. [ft/pp]