Pemilu presiden AS mendatang masih lebih dari 14 bulan lagi tetapi dua sosok yang mengejutkan mendominasi tahap awal kampanye – yaitu kandidat partai Republik Donald Trump dan kandidat partai Demokrat Bernie Sanders.
Meskipun mendapatkan hasil beragam dalam debat Republik pertamanya dan banyak yang khawatir akan gayanya yang blak-blakan, Trump tetap tertinggi dalam berbagai jajak pendapat dan terus menarik massa yang antusias.
“Banyak warga AS dipenggal karena beragama Kristen di Timur Tengah. AS memiliki perbatasan yang menelan banyak korban. Dunia semakin kacau, namun kandidat Republik lain hanya sibuk mempermasalahkan gaya saya," ujar Trump. "Kata mereka saya harus lebih kalem.”
Trump menyuarakan rasa frustasi kalangan konservatif mengenai arah negara ini, dan statusnya sebagai pendatang baru dalam politik membantunya merangkul para pemilih.
Kandidat Republik lainnya Jeb Bush khawatir retorika Trump memecah belah.
“Saya juga frustasi karena sistem tidak bekerja dan pemerintah tidak bekerja mewakili kita. Tetapi tidak ada alasan untuk dirundung kemarahan,” kata Bush.
Saingan-saingan lain menggencarkan serangan mereka, termasuk dengan iklan anti Trump dari Senator Kentucky Rand Paul. Dalam salah satu iklan dari Paul, Trump dikutip mengatakan, "Dalam banyak kasus, saya lebih dapat mengidentifikasikan diri dengan Partai Demokrat."
Partai Republik memiliki 17 kandidat untuk dipilih dan jalan yang cukup berliku, kata pengamat Josh Kraushaar.
"Jeb Bush adalah salah satu yang terdepan, dan dia tidak memenangkan panggung debat. Itu adalah peringatan bahwa tidak ada yang benar-benar unggul dalam bursa Republik, dan nominasi Republik masih terbuka lebar,” ujar Kraushaar.
Partai Demokrat memiliki kandidat mengejutkan yaitu Senator AS dari negara bagian Vermont, Bernie Sanders.
Sanders menarik massa dalam jumlah besar dan menarik kalangan Demokrat liberal untuk menyaingi Hillary Clinton yang sangat difavoritkan. “Ketika kita bersatu, kita bisa menciptakan AS yang baru,” katanya dalam salah satu pidato kampanyenya.
Sanders memimpin dalam sebuah jajak pendapat di New Hampshire baru-baru ini sementara Clinton berusaha mengatasi keraguan publik – yang dipicu kontroversi terkait emailnya ketika dia menjabat sebagai menteri luar negeri.
Masalah yang merudung Clinton dimanfaatkan oleh kandidat-kandidat Republik, kata Josh Kraushaar.
“Mereka mengira Hillary Clinton rentan, dan skandal mengenai server emailnya memberi mereka optimisme. Maka mereka berpikir ini adalah waktu yang matang untuk mencalonkan diri, dan mereka merasa Demokrat sangat lemah dalam pilpres 2016,” menurut Kraushaar.
Berhubung Clinton bermasalah, sebagian pendukung Demokrat menginginkan Wakil Presiden Joe Biden atau mungkin mantan Wakil Presiden Al Gore ikut dalam kontes itu. Tetapi, untuk sekarang ini, belum ada yang bersedia berkomentar.
Calon-calon 'Kuda Hitam' Unggul dalam Jajak Pendapat Nasional
- Jim Malone
WASHINGTON —