Presiden Burma Thein Sein hari Kamis (6/6) secara resmi membuka Forum Ekonomi Dunia untuk Asia Timur di Naypyitaw, bersama pendiri forum itu Klaus Schwab, yang memprediksi tingkat pertumbuhan mengejutkan sebesar 10 persen bagi perekonomian Burma.
Forum itu merupakan organisasi internasional independen yang bertujuan membahas sejumlah isu yang dihadapi negara-negara berkembang di kawasan ini, khususnya integrasi ekonomi ASEAN.
Dalam sesi lain, pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi dan menteri reformis Soe Thein terlibat dalam perdebatan dan diskusi yang membahas kemungkinan amandemen konstitusi, kurangnya independensi dalam sistem peradilan dan rekonsiliasi dengan para aktivis dan etnis minoritas.
Aung San Suu Kyi juga membahas peran militer dalam pemerintahan. Ia dikecam karena komentar serupa yang dibuatnya di Hawaii bulan Februari, ketika ia menyatakan "kedekatannya" dengan militer.
"Militer memiliki tempat khusus di hati rakyat. Saya ingin militer yang profesional dan terhormat, dan siap membela bangsa, ini merupakan jenis militer yang diinginkan oleh ayah saya ketika ia mendirikannya," ujar Suu Kyi.
Ia juga memuji apa yang disebut kroni yang mengumpulkan kekayaan besar di bawah rezim militer yang kini justru menggunakan uang itu di dalam negeri untuk kemanusiaan, dan bukan disembunyikan di bank-bank asing.
Tarek Sultan, ketua Agility, sebuah perusahaan logistik Kuwait, hadir dalam panel terbuka. Ia mengatakan potensi investasinya luar biasa di Asia Tenggara dalam 10 tahun ke depan, tetapi perdagangan bebas dan hambatan logistik dalam blok ASEAN merupakan hambatan yang signifikan.
Banyak kelompok HAM menyatakan kekhwatiran bahwa masih terlalu dini dalam proses reformasi ini untuk menyelenggarakan forum tersebut di Burma.
Tapi Dave Mathieson dari organisasi Human Rights Watch di Amerika yakin forum itu harusnya dianggap sebagai bagian dari proses reformasi.
Mathieson mengutip kekhawatiran tentang serbuan berinvestasi ke pasar-pasar Asia terbaru, dan katanya isu HAM terbesar yang dibahas dalam forum itu adalah penyerobotan tanah dan penggusuran, terutama di daerah-daerah etnis yang dalam proses perdamaian sementara dan rapuh.
Forum itu merupakan organisasi internasional independen yang bertujuan membahas sejumlah isu yang dihadapi negara-negara berkembang di kawasan ini, khususnya integrasi ekonomi ASEAN.
Dalam sesi lain, pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi dan menteri reformis Soe Thein terlibat dalam perdebatan dan diskusi yang membahas kemungkinan amandemen konstitusi, kurangnya independensi dalam sistem peradilan dan rekonsiliasi dengan para aktivis dan etnis minoritas.
Aung San Suu Kyi juga membahas peran militer dalam pemerintahan. Ia dikecam karena komentar serupa yang dibuatnya di Hawaii bulan Februari, ketika ia menyatakan "kedekatannya" dengan militer.
"Militer memiliki tempat khusus di hati rakyat. Saya ingin militer yang profesional dan terhormat, dan siap membela bangsa, ini merupakan jenis militer yang diinginkan oleh ayah saya ketika ia mendirikannya," ujar Suu Kyi.
Ia juga memuji apa yang disebut kroni yang mengumpulkan kekayaan besar di bawah rezim militer yang kini justru menggunakan uang itu di dalam negeri untuk kemanusiaan, dan bukan disembunyikan di bank-bank asing.
Tarek Sultan, ketua Agility, sebuah perusahaan logistik Kuwait, hadir dalam panel terbuka. Ia mengatakan potensi investasinya luar biasa di Asia Tenggara dalam 10 tahun ke depan, tetapi perdagangan bebas dan hambatan logistik dalam blok ASEAN merupakan hambatan yang signifikan.
Banyak kelompok HAM menyatakan kekhwatiran bahwa masih terlalu dini dalam proses reformasi ini untuk menyelenggarakan forum tersebut di Burma.
Tapi Dave Mathieson dari organisasi Human Rights Watch di Amerika yakin forum itu harusnya dianggap sebagai bagian dari proses reformasi.
Mathieson mengutip kekhawatiran tentang serbuan berinvestasi ke pasar-pasar Asia terbaru, dan katanya isu HAM terbesar yang dibahas dalam forum itu adalah penyerobotan tanah dan penggusuran, terutama di daerah-daerah etnis yang dalam proses perdamaian sementara dan rapuh.