Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) meminta masukan berbagai kalangan masyarakat, khususnya yang bergerak di bidang informasi dan teknologi, untuk dijadikan dasar penyusunan kebijakan pengendalian informasi. Peraturan perundangan yang mengatur mengenai pengendalian informasi ini, diharapkan dapat membantu masyarakat mengetahui dan memahami informasi yang beredar apakah benar atau salah.
Maraknya informasi yang tidak benar atau hoaks, fitnah, hingga ujaran kebencian yang beredar di media siber, menjadi potensi kerawanan sosial yang dapat memicu konflik di tengah masyarakat. Ribuan situs atau website yang muncul pasca reformasi, didominasi informasi yang lebih bersifat fitnah dan isi yang tidak benar.
Direktur Pengendalian Informasi, Investigasi, dan Forensik Digital, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Bondan Widiawan mengatakan, keberadaan Badan Siber dan Sandi Negara bertujuan untuk membantu masyarakat dalam hal penyampaian informasi yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan. Penyampaian informasi yang benar diharapkan melindungi masyarakat dari bahaya hoaks, maupun informasi yang mengarah ke fitnah dan memecah belah masyarakat.
“Miss-informasi, kemudian informasi-informasi yang memang harus diklarifikasi dalam bentuk hoaks, kemudian informasi-informasi yang tidak sesuai dengan aturan perundangan ini juga memiliki dampak yang sangat serius, baik bagi akademisi tadi kita sudah diskusi, kemudian juga masyarakat. Di sini tentunya pemerintah atau pun badan yang memang sudah ditunjuk oleh pemerintah itu perlu hadir, memberikan suatu pelayanan kepada publik dalam bentuk menyampaikan informasi-informasi yang benar, sehingga berita itu tidak berkembang ke arah yang memang tidak bisa kita kontrol. Kegiatan pengendalian informasi itu intinya adalah supaya informasi itu sesuai dengan aturan regulasi yang memang ditetapkan oleh pemerintah,” jelasnya.
Rencana Badan Siber dan Sandi Negara untuk menyusun kebijakan pengendalian informasi ditanggapi positif oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), sebagai niat baik pemerintah untuk menangkal penyebaran hoaks yang sudah membanjiri media informasi publik.
Koordinator Mafindo Surabaya, Yohanes Adven Sarbani mengatakan, upaya mengendalikan informasi harus diikuti oleh ketegasan pemerintah dalam menegakkan hukum, serta tetap menghormati dan melindungi kebebasan berpendapat masyarakat yang juga dilindungi oleh Undang-Undang Dasar.
“Adanya penyusunan kebijakan pengendalian informasi itu adalah suatu hal yang positif, yang harus kita lihat sebagai hal yang baik, dimana ada keinginan bagus dari pemerintah untuk bisa mengendalikan informasi. Dan dari Mafindo sendiri menyarankan supaya, pertama harus ada ketegasan dan juga kejelasan berkaitan dengan para pelaku penyebaran fitnah dan ujaran kebencian, artinya hukum harus ditegakkan. Dan yang kedua, perlu juga memperhatikan adanya Undang-Undang Dasar, dimana mengatur kebebasan berpendapat, jangan sampai adanya peraturan ini menyebabkan hak kebebasan berpendapat manusia atau pun orang Indonesia jadi terhambat, itu juga harus dikendalikan,” jelas Yohanes.
Yohanes Adven Sarbani menambahkan, pengendalian informasi yang beredar di tengah masyarakat melalui berbagai media khususnya media berbasis internet, perlu mendapat perhatian serius pemerintah. Hal ini dikarenakan peredaran informasi hoaks dan tidak jelas kebenarannya yang sudah sangat tidak terkendali, yang bahkan kerap menjadi acuan dan sumber berita masyarakat saat ini.
“Sangat tidak terkendali, dimana masyarakat justru lebih percaya pada akun-akun media sosial, akun-akun pribadi atau pun situs-situs abal-abal dibanding dengan media-media resmi yang tercatat di Dewan Pers. Jadi, memang masyarakat sekarang istilahnya punya alternatif banyak untuk mendapat informasi, dan bisa jadi mereka mendapatkan informasi berdasarkan apa yang ingin mereka sukai, apa yang ingin mereka percayai. Jadinya pengendalian informasi itu harus dibuat supaya masyarakat bisa memiliki pemahaman yang cukup bagus, mendapat informasi yang benar, dan terverifikasi kebenarannya,” tambah Yohanes.
Pengendalian informasi oleh pemerintah juga didukung okeh Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Ketua Relawan TIK Surabaya, Rinaldy Purwanto menegaskan perlu ada aturan yang jelas mengatur mengenai pengendalian informasi, termasuk penggunaan teknologi untuk menangkal beredarnya informasi yang tidak benar di masyarakat.
“Ada regulasi yang jelas, ya. Kan selama ini regulasinya juga masih abu-abu. Nah kalau ada regulasi yang jelas, terutama diinisiasi oleh Badan Siber dan Sandi Negara ini, dan semoga ada regulasi yang jelas,” kata Rinaldy.
Bondan Widiawan berharap, peraturan perundangan mengenai kebijakan pengendalian informasi ini dapat melayani dan melindungi masyarakat, dari derasnya arus informasi yang tidak benar dan merusak persatuan bangsa. Bondan menegaskan pengendalian informasi tidak akan membatasi kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat, namun didasari pada hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
“Harapannya tentunya kita memberikan pelayanan kepada publik untuk memberikan informasi yang benar seperti apa. Pengendalian itu bukan dalam arti membatasi, tidak. Justru apakah kira-kira kalau kemudian informasi tidak perlu dikendalikan, atau Negara diam saja melihat korban-korban masyarakat, saya rasa tidak. Untuk itulah kami perlu hadir dalam rangka memberikan pelayanan kepada publik,” kata Bondan Widiawan. [pr/em]