Bom yang digunakan dalam serangan udara koalisi yang dipimpin Saudi terhadap pasar Yaman yang menewaskan sedikitnya 100 orang pada tanggal 15 Maret, dipasok oleh Amerika, demikian menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas HAM, Human Rights Watch, Kamis (7/4).
Menurut kelompok HAM itu, korban tewas termasuk 25 anak. Empat puluh tujuh orang juga terluka dalam serangan udara tersebut, menjadikan serangan itu paling mematikan selama perang yang sudah berlangsung lama di Yaman," dan ini mengilustrasikan secara tragis mengapa negara-negara itu harus menghentikan penjualan senjata ke Arab Saudi," kata Priyanka Motaparthy, peneliti keadaan darurat di Human Rights Watch.
Penyelidik dari kelompok hak asasi manusia itu melakukan perjalanan ke lokasi serangan di provinsi Hajja, yang saat ini dikuasai pemberontak Houthi Syiah. Dikatakan, sisa-sisa bom yang ditemukan adalah fragmen bom GBU - 31 yang dipandu satelit dan terdiri dari suku-suku cadang yang dipasok AS. Hasil ini konsisten dengan temuan stasiun berita Inggris ITV selama penyelidikan tanggal 26 Maret.
Laporan dikeluarkan bertepatan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri AS, John Kerry ke Bahrain. Kerry menolak untuk mengomentari situasi itu, dan mengatakan, "Saya tidak memiliki informasi yang pasti, sehubungan dengan senjata yang kemungkinan digunakan."
Meskipun para pejabat Saudi mengatakan, sebagian besar korban dalam serangan itu adalah pemberontak Houthi, Human Rights Watch mengatakan, serangan itu menyebabkan "kerugian besar bagi kehidupan warga sipil, dan melanggar hukum perang. Serangan yang melanggar hukum itu jika dilakukan dengan sengaja atau ceroboh adalah kejahatan perang", kata kelompok HAM itu.
Human Rights Watch juga mengatakan, jika AS, Inggris dan Perancis terus memasok senjata ke Arab Saudi yang tidak patuh pada aturan perang, mereka harus bertanggung jawab dan dianggap sebagai pihak yang terlibat dalam serangan udara yang melanggar hukum.
Beberapa kelompok HAM telah mengkritik koalisi yang dipimpin Saudi di Yaman . PBB mengatakan, 60 persen dari 3.200 kematian warga sipil selama konflik itu disebabkan oleh serangan udara yang telah menghantam pasar, klinik dan rumah sakit.
Para pemberontak Houthi yang didukung Iran merebut ibukota Yaman , Saana, pada September 2014, dan perang itu telah menyebabkan 80 persen dari negara itu sangat membutuhkan makanan, menjadikannya sebagai negara termiskin di dunia Arab, menurut PBB. [ps/jm]