Tautan-tautan Akses

BNPB: Waspadai Potensi Bencana Geologi dan Vulkanologi di 2020


Kepala Pusdatin dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo. (Foto: BNPB)
Kepala Pusdatin dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Agus Wibowo. (Foto: BNPB)

Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB memperkirakan bencana geologi dan vulkanologi masih akan terjadi pada tahun 2020.

Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo mengatakan sebanyak 3.768 bencana terjadi sepanjang 2019. Dari jumlah itu, puting beliung mendominasi dengan 1.370 kejadian, disusul banjir (764 kejadian), kebakaran hutan dan lahan (746 kejadian), tanah longsor (710 kejadian), kekeringan (123 kejadian), gempa (30 kejadian), gelombang pasang dan abrasi (18 kejadian), serta erupsi gunung api (7 kejadian).Hal ini disampaikan dalam konferensi pers di BNPB hari Senin (30/12).

"Dari sisi provinsinya, yang paling tinggi adalah Jawa Tengah (914 kejadian), Jawa Barat (691 kejadian), Jawa Timur (612 kejadian), Aceh (180 kejadian), dan Sulawesi Selatan (164 kejadian). Itu adalah lima provinsi yang paling banyak bencananya," kata Agus.

Sedangkan lima kabupaten/kota paling banyak bencananya adalah Kabupaten Bogor (134 kejadian), Kota Semarang (86 kejadian), Kabupaten Magelang (73 kejadian), Kabupaten Majalengka (65 kejadian), dan Kabupaten Sukabumi (62 kejadian).

Agus menambahkan semua bencana alam yang terjadi tahun ini mengakibatkan 478 orang meninggal, 109 hilang, 6,1 juta menderita dan mengungsi, serta 3.419 orang cedera.

Selain itu, semua bencana tersebut menyebabkan 73.427 rumah dan 2.017 unit fasilitas umum rusak. Fasilitas umum yang rusak itu terdiri dari fasilitas pendidikan 1.121 unit, fasilitas peribadatan 684 unit dan fasilitas kesehatan 212 unit. Bencana sepanjang tahun ini juga merusak 274 kantor dan 442 jembatan.

Dibanding 2018, Jumlah Bencana Tahun 2019 Lebih Tinggi

Dibandingkan tahun lalu, jumlah bencana pada 2019 naik dari 3.357 kejadian menjadi 3.768 kejadian. Namun jumlah korban anjlok drastis yang tahun lalu mencapai 4.425 orang meninggal dan 21.137 orang luka.

Laporan BNPB 2019. (Foto: courtesy BNPB)
Laporan BNPB 2019. (Foto: courtesy BNPB)

Agus Wibowo mengatakan melihat proyeksi perkiran bencana pada tahun 2020 dari berbagai sumber Kementerian/Lembaga serta para pakar, tren yang harus dwaspadai adalah jenis bencana geologi seperti gempa bumi disusul tsunami dan jenis bencana vulkanologi seperti erupsi gunung api.

Data Perkiraan Potensi Bencana dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMK) menunjukkan enam titik zona potensi aktif yang mencakup: Nias, Lombok-Sumba, Ambon, Banda dan Mamberamo.

BMKG Imbau Warga Lebih Sadar Bencana

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengimbau agar daerah yang berpotensi memiliki kerawanan tingkat tinggi tersebut agar selalu waspada dan meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan warga masyarakatnya.

Ia menyerukan agar semua informasi peringatan dini yang dirilis BMKG dijadikan sebagai perhitungan ke depan untuk selalu meningkatkan kesiapsiagaan.

Menurut analisis BMKG, hingga Juni 2020 tidak akan terjadi El Nino. Juga tidak akan terjadi perbedaan signifikan antara suhu muka air laut Samudera Hindia di barat daya Sumatera dan suhu muka air laut Samudera Hindia di sebelah timur Afrika, sehingga suhu muka air laut di perairan Indonesia normal cenderung hangat.

Menurutnya, kondisi tersebut membuat tahun depan lebih baik, dalam arti tidak akan terjadi kemarau berkepanjangan seperti pada 2018. Dia mengatakan curah hujan tidak akan ada anomali, seperti rata-rata 30 tahun terakhir.

"Pada tahun 2020 curah hujan akan semakin meningkat menjadi lebih tinggi mulai bulan Januari sampai Maret. Puncaknya di bulan Februari dan Maret. Ini tidak serempak di seluruh Indonesia. Secara bertahap curah hujan mulai tinggi bulan Januari sampai Maret, terutama di bagian selatan Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Nusa Tenggara, Kalimantan bagian tengah, Sulawesi, dan Papua," ujar Dwikorita.

Untuk musim kemarau di 2020, diperkirakan terjadi pada April hingga Oktober secara bertahap. Musim kemarau mulai April terjadi di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara.

Dwikorita mengimbau untuk mengantisipasi musim kemarau tahun depan dengan memaksimalkan kapasitas waduk, embung, dan kolam retensi untuk penyimpanan cadangan air. Hal tersebut bisa dilakukan pada puncak musim hujan yang diprediksi selama Februari-Maret 2020. [fw/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG