Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) akan menghentikan proses evakuasi korban gempa dan tsunami pada Kamis (11/10) pekan ini. Penghentian pencarian korban meninggal akan berlaku untuk daerah kelurahan Petobo dan Balaroa di Palu serta Jono Oge di Sigi.
Pencarian korban di ketiga daerah tersebut disetop karena wilayah itu tempat terjadinya likuifaksi atau tanah bergerak.
Dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (9/10), Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan pihaknya melarang relawan dan LSM asing terjun langsung ke lapangan tanpa pendamping dari LSM lokal. Dia menambahkan hingga 7 Oktober lalu, pemerintah telah menerima 72,52 ton bantuan internasional.
Sutopo menegaskan bantuan internasional itu sifatnya hanya sebagai pelengkap, bukan utama. "Apalagi menyangkut relawan asing dan sebagainya diatur, tidak bisa langsung nyelonong ke mana-mana. Karena apa? Beda kulturnya, beda bahasanya. Di mana-mana di negara lain, juga seperti itu. Makanya kita punya regulasi. Regulasi-regulasi itu disusun, bukan tiba-tiba," ujarnya.
Jumlah Korban Gempa dan Tsunami Capai 2.010 Orang
Sutopo menyebutkan sampai dengan Selasa (9/10) pukul satu siang, jumlah korban meninggal akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah sebanyak 2.010 orang. Dari jumlah tersebut, 1.601 orang meninggal di Kota Palu, 171 orang di Donggala, 222 di Sigi, 15 orang di Parigi Moutong, dan satu orang di Pasang Kayu (Sulawesi Barat).
Sutopo menambahkan 2.010 jenazah itu sudah dimakamkan, yakni 934 di pemakaman massal, 1.076 dikubur oleh keluarga termasuk warga negara Korea Selatan.
Gempa dan tsunami menghantam Sulawesi Tengah itu mengakibatkan 10.679 orang cedera, sebanyak 2.549 luka berat dan 8.130 cedera ringan. Sedangkan korban hilang berdasarkan laporan warga sebanyak 671 orang.
Jumlah pengungsi sampai saat ini adalah 82.775 orang, yaitu 74.044 orang mengungsi di 112 titik di Sulawesi Tengah, 831 jiwa di luar Sulawesi Tengah. Sebanyak 631 rumah, 99 rumah ibadah, 20 fasilitas kesehatan rusak. Pendataan masih terus dilakukan.
Sejak Gempa dan Tsunami Terjadi 508 Gempa Susulan
Sejak kejadian dua pekan lalu, sudah terjadi 508 gempa susulan namun tidak menimbulkan korban jiwa dan kerusakan.
Menurut Sutopo, ada tiga daerah paling parah kerusakannya akibat gempa dan tsunami, yakni di kelurahan Petobo dan Balaroa di Palu serta Jono Oge di Sigi.
"Kita mendapat informasi secara lisan dari kepala desa di wilayah Balaroa dan petobo, diperkirakan lima ribu orang belum ditemukan. Itu berdasarkan dugaan. berapa aslinya? Kita belum dapat memastikan," imbuhnya.
Berdasarkan hasil rapat gabungan, lanjut Sutopo, proses evakuasi korban di Petobo, Balaroa, dan Jono Oge akan dihentikan pada 11 Oktober. Alasannya kondisi mayat ditemukan di sana sudah melepuh, tidak dikenali, dan bisa berpotensi menimbulkan penyakit.
Ketiga daerah itu nantinya akan ditutup dan dijadikan ruang terbuka hijau. Di Balaroa, Petobo, dan Jono Oge akan dibangun tugu peringatan sebagai penanda di sana pernah terjadi gempa dan tsunami.
Mengenai tanggap darurat, kata Sutopo, akan dibahas pada 10 Oktober, apakah akan diperpanjang atau tidak. Dia memperkirakan melihat kerusakan yang hebat kemungkinan masa tanggap darurat akan diperpanjang sampai 14 hari berikutnya.
Menurut Sutopo, nantinya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan membangun hunian sementara bagi para pengungsi. Lokasinya akan ditentukan oleh pemerintah daerah setempat.
Sutopo menekankan penanganan bencana di Sulawesi Tengah secara umum berjalan baik. Korban dilayani di 15 rumah sakit, yaitu 12 rumah sakit di Palu, dua di Donggala, dan satu rumah sakit di Sigi. Sebanyak 50 Puskesmas sudah beroperasi, yakni 13 puskesmas di Palu, 19 di Donggala, dan 18 puskesmas di Sigi. Sebelas apotek sudah berfungsi.
Lebih lanjut Sutopo mengatakan dapur umum sudah didirikan di 16 lokasi di Palu, Donggala, dan Sigi. Dia menambahkan satu dapur umum mampu menyediakan empat ribu nasi bungkus dan ini diluar dari dapur umum yang dibangun oleh lembaga-lembaga nirlaba.
Peneliti Utama Geoteknologi di Lembaga Ilmu Pengetahui Indonesia (LIPI) Danny Hilman Natawijaya mengatakan pemerintah saat ini harus segera melakukan sosialisasi secara masif, berkelanjutan dan menyeluruh kepada masyarakat tentang mitigasi bencana. Selain itu, pemerintah juga harus mulai memberlakukan konstruksi tahan gempa.
"Karena sampai sekarang peraturan pembangunan rumah penduduk di Indonesia tidak terkena aturan harus tahan gempa, jadi harus kesadaran sendiri kan susah juga," pungkasnya. [fw/is]