Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan sedikitnya ada 384 orang meninggal akibat gempa bumi dan tsunami yang terjadi di kota Palu. Sedangkan jumlah korban di Kabupaten Donggala masih belum dapat diketahui karena akses komunikasi yang terputus. Jumlah korban dan kerusakan diperkirakan akan terus bertambah.
Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan sampai pukul 14.30 WIB, korban meninggal akibat gempa bumi berkekuatan 7,4 SR yang mengguncang kota Palu sebanyak 384 orang. Selain itu jumlah orang yang mengalami luka berat sebanyak 540 orang dan tercatat 29 orang hilang yang berasal dari Kelurahan Pantoloan Induk Kota Palu.
“Jumlah orang yang meninggal tercatat 384 orang meninggal dunia, di mana tersebar di RS Wira Buana Palu 10 orang , RS Masjid Raya 50 orang, RS Bhayangkara 161 orang, di Desa Pantoloan Induk 20 orang, di kelurahan Kayu Malue Paciko 2 orang, dan RS Undata Mamburo Palu 141 orang meninggal dunia,” ungkap Sutopo dalam jumpa pers di Graha BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Sabtu (29/9).
Sutopo menjelaskan bahwa jumlah korban tersebut merupakan korban yang ada di kota Palu dikarenakan gempa bumi dan tsunami. Sedangkan jumlah korban yang ada di Kabupaten Donggala saat ini belum bisa diketahui karena akses komunikasi yang masih terputus. Menurutnya, belum semua daerah yang terdampak gempa bumi dan tsunami bisa terjangkau oleh tim SAR gabungan dikarenakan akses yang sulit dilalui.
Akibat gempa dan tsunami tersebut, berbagai bangunan berupa rumah dan fasilitas umum di kota Palu dan Kabupaten Donggala pun rusak berat, seperti pusat perbelanjaan terbesar di kota Palu Mall Tatura di jalan Emy Saelan ambruk, lalu Jembatan Kuning yang merupakan ikon kota Palu pun dalam kondisi hancur.
Selain itu, kata Sutopo beberapa jalur jalan pun rusak, seperti jalan Trans Palu-Poso-Makassar kondisinya lumpuh karena tertutup longsor dan ambles oleh gempa. Aliran listrik pun padam dikarenakan tujuh gardu induk PLN di Palu dan Donggala.
“Saat ini baru dua gardu induk yang baru dihidupkan kembali. Oleh karena itu fokus penanganan saat ini selain pencarian , penyelamatan pertolongan korban, juga prioritas kita juga menormalkan listrik dan komunikasi agar koordinasi mudah dilakukan,” terang Sutopo.
Ditambahkannya, Bandara Palu masih ditutup dikarenakan mengalami kerusakan sarana dan prasarana. Maka dari itu untuk akses pengiriman bantuan baik logistik dan personil digunakan bandara-bandara kecil, dengan disambung oleh helikopter untuk menjangkau daerah yang terdampak gempa dan tsunami tersebut.
“Kemudian bandara, ada beberapa bandara kecil yang ada di Sulawesi Tengah dan sekitarnya yang bisa normal digunakan, Bandara Mamuju, Toli-Toli, Bandara Poso, Bandara Luwuk bangai, kondisi nya masih bisa digunakan, tapi karena panjang runway terbatas, pesawat besar tidak bisa dilakukan, sedangkan Bandara Palu mengalami beberapa kerusakan,”paparnya.
Akibat gempa ini, menurut Sutopo, Kementerian Dalam Negeri telah mengirimkan surat kawat kepada Pemerintah Daerah Sulawesi Tengah, Kota Palu dan Kabupaten Donggala, untuk segera dikeluarkan surat pernyataan tanggap darurat. Hal ini untuk memudahkan akses berupa pengerahan personil, penggunaan anggaran, penggunaan peralatan dan sebagainya.
Pihaknya pun telah berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti Kementerian/Lembaga yang terkait, NGO, untuk melakukan kajian cepat dampak penanganan gempa.
“BNPB terus melakukan koordinasi dengan menteri terkait, dengan NGO , melakukan kaji cepat dampak penanganan gempa, kemudian menuju ke lokasi kurang dari 24 jam, menyiapkan portal peta GAS untuk sharing bersama sehingga seluruh K/L. NGO, bisa menggunakan peta dan seluruh informasi dengan seksama,” jelasnya.
Adapun kebutuhan mendesak pada saat ini adalah perbaikan aliran listrik dan jalur komunikasi, sehingga koordinasi dengan cepat dapat dilakukan. Selain itu kebutuhan lainnya terkait penanganan darurat pun sangat dibutuhkan saat ini.
“Makanan siap saji , makanan untuk bayi anak, personil evakuasi SAR , tenda, terpal, selimut ,RS lapangan, tenaga medis, obat-obatan , dan air besih. Ini kebutuhan mendesak yang kita butuhkan,” Papar Sutopo
Penyebab Tsunami
Sutopo menjelaskan setelah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak seperti ITB, LIPI dan BPPT ada dua penyebab tsunami setinggi 0,5 meter-6 meter yang terjadi di Kota Palu dan Kabupaten Donggala tersebut. Pertama dikarenakan adanya longsoran sedimen dasar laut di kedalaman 200-300 meter di Teluk Palu.
“Jadi banyak sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Palu , membawa sedimen, di endapkan di dasar laut, namun belum terkonsolidasi dengan kuat , ketika di guncang gempa, 7,4 SR, akhirnya runtuh, longsor dan membangkitkan tsunami,”jelasnya.
Yang kedua, penyebab tsunami tersebut adalah disebabkan oleh gempa lokal, meskipun tinggi tsunami tidak sebesar akibat longsoran bawah laut.
Sutopo menambahkan bahwa memang daerah Palu dan Donggala Sulawesi Tengah ini merupakan daerah rawan tinggi terjadinya gempa bumi dan tsunami karena barada pada jalur sesar Palukoro. Dia menjelaskan dalam sejarahnya daerah tersebut pernah mengalami gempa-gempa yang mematikan diikuti oleh tsunami dan menimbulkan korban. Yaitu pada tahun 1927, 1968 dan sebagainya. [gi/em]