Garuda sedang limbung. Utang maskapai penerbangan utama Indonesia itu mencapai sekitar Rp 70 triliun dan tiap bulan rugi Rp 1 triliun.
Oleh karena itu upaya untuk menyelamatkan Garuda menjadi pembahasan utama dalam rapat kerja antara direksi Garuda, termasuk Direktur Utama Irfan Setiaputra dengan Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di kompleks parlemen di Senayan, Jakarta, Senin (21/6).
Dalam rapat tersebut, Wakil Ketua Komisi VI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat Martin Manurung mendesak direksi Garuda segera mengambil langkah cepat untuk menyelamatkan Garuda. Salah satunya dengan mempercepat renegosiasi dengan perusahaan penyewaan pesawat (lessor).
Martin menekankan jika memang biaya sewa pesawat oleh Garuda selama ini terlalu mahal maka Komisi VI DPR mendukung dilakukan audit investigasi dan renegosiasi.
"Kalau Bapak perlu itu supaya Bapak juga memiliki posisi tawar yang kuat kepada pihak yang menyewakan, yah penegakan hukum saja Pak. Mereka juga takut berurusan sama hukum kalau memang benar ada ketidakwajaran biaya sewa pesawat, misalnya," kata Martin.
Mengenai pengurangan karyawan Garuda, Martin mengakui itu opsi yang tidak terhindarkan.
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Komisi VI Mohammad Haekal dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya. Dia membenarkan salah satu persoalan utama yang dihadapi Garuda sejak lama adalah pihak yang menyewakan pesawat (lessor). Persoalan ini juga dihadapi oleh semua maskapai di dunia di tengah lesunya industri penerbangan akibat pandemi COVID-19 yang berlangsung sejak Maret tahun lalu.
"Kalau perlu Bapak minta audit dengan tujuan tertentulah buat membantu negosiasi dengan lessor. Kalau BPK menyatakan bahwa memang ada kerugian negara di situ, ya kita bawa itu (audit investigasi) buat modal kita di pengadilan di luar negeri," kata Haekal.
Sependapat dengan Martin Manurung, Haekal juga sepakat soal menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) tapi bukan untuk mensubsidi korupsinya orang lain atau korupsi rente.
Dirut Garuda Akui Sewa Pesawat Terlalu Mahal
Dalam jawabannya, Direktur Utama Garuda Irfan Setiaputra membenarkan semua biaya sewa pesawat oleh memang terlalu mahal.
"Semua kemahalan Pak, semua kemahalan. Itulah yang kita negosiasi tahun lalu. Sudah turun (rata-rata) 30 persen (biaya sewanya). Ini yang kita mau renegosiasi lagi karena ada dua hal yang mesti kita renegosiasi. Pertama ada kewajiban yang belum kita bayar selama ini total US$ 700 juta ke semua lessor sama yang ke depan," ujar Irfan.
Irfan menjelaskan dari 142 pesawat yang disewa oleh Garuda, tinggal 41 pesawat masih dipakai untuk terbang dan disewa dari 15 lessor. Sedangkan sisa 101 pesawat yang disewa dari 16 lessor tidak digunakan.
Irfan menambahkan setelah proses negosiasi tahun lalu, total biaya sewa pesawat oleh Garuda turun dari US$ 76 juta per bulan menjadi US$ 56 juta sebulan.
Sejauh ini, lanjut Irfan, Garuda sudah mengembalikan 20 pesawat yang tidak dipakai kepada lessor, dan sedang berunding dengan satu lessor lain untuk mengembalikan tujuh pesawat mereka.
Empat Opsi Penyelamatan
Ada empat opsi penyelamatan yang sedang dipertimbangkan manajemen Garuda Indonesia.
Opsi pertama, pemerintah terus mendukung kinerja Garuda melalui pinjaman ekuitas, namun hal ini berpoentsi membuat Garuda meninggalkan utang warisan makin besar.
Opsi kedua, menggunakan legal bankcruptcy untuk merestrukturisasi kewajiban Garuda, seperti utang, sewa pesawat, dan kontrak kerja. Opsi ini masih mempertimbangkan Undang-undang Kepailitan.
Opsi ketiga, garuda dibiarkan melakukan restrukturisasi dan di saat bersamaan, mulai mendirikan maskapai baru untuk mengambil alih sebagian besar rute domestik Garuda. Bahkan diproyeksikan untuk menjadi maskapai nasional di pasar domestik.
Opsi keempat, Garuda akan dilikuidasi. Dalam opsi ini, pemerintah akan mendrong sektor swasta untuk meningkatkan layanan transportasi udara.
Dari empat opsi itu, Irfan mengatakan direksi Garuda lebih memilih pada opsi kedua dan ketiga.
"Pilihan yang memang kita ambil lebih pada opsi kedua dan ketiga. Opsi kedua dan ketiga itu adalah restrukturisasi karena utang ini nggak mungkin kalau mesti ditanggung pemerintah semua. Saya sepakat dengan pimpinan, utang ini adalah utang masa lalu juga," kata Irfan.
Lebih 1.000 Karyawan Akan Dipensiunkan Dini
Untuk efisiensi, Irfan menjelaskan Garuda berencana melakukan pensiun dini terhadap 1.099 karyawan yang akan dimulai akhir bulan ini dan rampung akhir tahun ini. Skema lain yang sedang dipertimbangkan adalah cuti di luar tanggungan bagi karyawan baru melahirkan atau akan melahirkan serta mereka yang memiliki kepentingan mendesak, seperti ingin kuliah lagi.
Rute-Rute Mahal Disetop
Selain itu, lanjut Irfan, Garuda telah menyetop rute-rute penerbangan internasional yang terus menimbulkan kerugian, seperti rute ke Melbourne dan Perth yang akan segera dihentikan mulai Juli mendatang. Rute penerbangan ke Sydney tetap dipertahankan demi konektivitas, namun dikurangi menjadi sepekan sekali.
Rute penerbangan lain yang juga akan segera dihentikan adalah rute ke Osaka, Jepang.
Tiga rute lain yang sedang dikaji untuk dihentikan adalah rute Jakarta-Amsterdam, Jakarta-Kuala Lumpur, dan Jakarta-Seoul. [fw/em]