Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan enam aktivis terbukti melakukan makar karena menggelar demonstrasi menuntut kemerdekaan bagi Provinsi Papua. Vonis itu yang dikecam kelompok-kelompok HAM.
Protes damai yang diikuti sekitar 100 orang itu diadakan di luar istana presiden dan markas militer pada 28 Agustus di Jakarta dan disusul dengan berbagai kerusuhan di Papua.
Dalam sidang putusan Jumat (23/4) yang diadakan secara daring karena pandemi virus korona, Hakim Agustinus Setya Wahyu Triwiranto menyatakan "keenam terdakwa terbukti bersalah melakukan makar."
Aktivis Ambrosius Mulait, Surya Anta, Charles Kossay, Dano Tabuni, dan Arina Elopere dinyatakan bersalah dan divonis sembilan bulan penjara, sementara Isay Wenda dijatuhi hukuman delapan bulan penjara.
Keenamnya telah ditahan sejak Agustus. Jaksa penuntut menuduh mereka pada Desember mengorganisasi sebuah aksi unjuk rasa menuntut pemerintah Indonesia mengizinkan diadakannya pemungutan suara di Papua untuk merdeka dari Indonesia.
Kelompok-kelompok hak internasional Amnesty International dan Human Rights Watch mengkritisi putusan itu, mengatakan bahwa para aktivis itu menghadiri aksi damai mengenai diskriminasi etnis.
"Keenam orang yang dihukum hari ini tidak melakukan apapun kecuali protes damai, menjalankan hak kebebasan berpendapat dan berkumpul," kata direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid.
Amnesty mencatat keenam aktivis itu adalah bagian dari 57 "tahanan hati nurani" dari Papua yang ditahan karena mengekspresikan pendapat secara damai. [vm/ft]