Empat anak perempuan berpakaian layaknya ikan serta seorang anak laki-laki berkostum penyelam membawa papan kertas bertuliskan ajakan kepada masyarakat Surabaya yang melintas di jembatan Jalan Pemuda, untuk tidak lagi membuang sampah ke sungai. Aksi anak-anak ini adalah bagian dari gerakan peduli sungai yang diserukan oleh LSM lingkungan hidup Ecoton. Sampah plastik serta limbah rumah tangga saat ini mendominasi sampah yang ada di sungai, karena kebiasaan warga yang tidak mau memilah dan membuang sampah di tempat sampah.
Aeshnina Azzahra Aqilani, siswa kelas 1 SMP, mengaku telah menyusuri Sungai Surabaya di perbatasan dengan Sidoarjo dan Gresik, dan menemukan masih banyak warga yang membuang sampah ke sungai. Dengan memakai kostum ikan, Nina ingin mengajak orang dewasa untuk berganti posisi menjadi ikan, yang terpaksa tinggal di lingkungan yang kotor dan tercemar.
“Kemarin kan saya menyusuri sungai dari Warugunung sampai Karangpilang. Di situ kami menemukan banyak sekali rumah warga di bantaran sungai, dan mereka membuang sampah langsung ke sungai. Itu tidak boleh. Memangnya mereka, manusia-manusia ini, mau meminum air yang kotor dan sudah bercampur dengan plastik? Apa mereka mau? Dan misalnya kalau kita bisa bertukar posisi, saya (sosok ikan) jadi manusia dan manusia jadi ikan, pasti mereka tidak betah tinggal di sungai, karena sungainya sangat kotor, banyak limbah, banyak tinja-tinja manusia yang seharusnya tidak boleh dibuang ke sungai,” ujar Aeshnina Azzahra Aqilani, atau yang biasa disapa Nina.
Nina mendesak Pemerintah Kota Surabaya, serta Pemerintah Provinsi Jawa Timur, untuk mau menjaga dan melestarikan sungai sebagai tempat hidup berbagai spesies yang ada di sungai, selain sebagai bahan baku air minum warga yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
“Saya ingin pemerintah lebih mengawasi dan menjaga sungai yang ada di Surabaya, karena Sungai Surabaya ini menjadi bahan baku air minum orang-orang Surabaya, termasuk nenek saya,” kata Nina.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi lahan Basah (Ecoton), Prigi Arisandi mengatakan, aksi anak-anak yang menuntut agar sungai tidak dijadikan tempat membuang sampah atau limbah, merupakan tamparan bagi masyarakat khususnya orang dewasa, yang masih tidak mau peduli terhadap kelestarian lingkungan dengan membuang sampah ke sungai.
“Menurut saya ini, anak-anak saja sudah tahu gitu, lho. Makanya orang dewasa harus membuka mata mereka, membuka hati mereka kalau di sungai itu ada kehidupan. Ada anak-anak ini bercerita tentang ikan yang ada di sana. Marilah orang dewasa, untuk sadar, untuk memperlakukan sungai ini sebagaimana wajarnya agar kita bisa hidup berdampingan dengan sungai dan satwa yang ada di dalamnya. Karena sungai itu bukan hanya air minum kita, tapi itu rumah untuk ikan-ikan yang ada di sungai dan yang ada di lautan,” terang Prigi Arisandi.
Beberapa waktu yang lalu, Nina bersama sejumlah temannya telah mengirimkan surat kepada sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Jerman, serta beberapa negara maju lainnya, agar tidak lagi mengirim sampah plastiknya ke Indonesia. Surat-surat itu dilayangkan melalui kedutaan besar negara-negara yang tercatat mengekspor sampahnya ke Indonesia. Selain itu, Nina juga bersurat kepada KLHK, Gubernur Jawa Timur, serta sejumlah bupati dan wali kota yang wilayahnya dilalui Sungai Surabaya, agar mau memperhatikan kelestarian sungai dari ancaman sampah. [pr/uh]