Pemilihan presiden Amerika tidak saja menjadi pusat perhatian warga di negeri Paman Sam ini, tetapi juga dunia, yang memperhatikan dengan seksama pesta demokrasi ini dan siapa yang kelak akan memimpin negara adidaya ini ke depan.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, adalah salah satu pemimpin dunia yang mencermati pemilihan presiden di Amerika. Dalam pidatonya di televisi nasional hari Selasa (3/11), Khamenei mengolok-olok pemilu dengan mengutip klaim tidak berdasar yang disampaikan petahana Presiden Donald Trump tentang kecurangan pemilih.
“Jika kita melihat situasi di Amerika, ini sangat menarik disimak. Petahana presiden yang melangsungkan pemilu itu mengatakan ini adalah pemilu paling dicurangi dalam sejarah Amerika. Siapa yang mengatakannya? Presiden yang masih berkuasa dan melangsungkan pemilu ini. Penantangnya mengatakan Trump berniat melakukan kecurangan. Itulah demokrasi Amerika,” sindir Khamenei.
Lebih jauh Khamenei menggarisbawahi sikap Iran sejak lama bahwa siapa pun yang terpilih, tidak menjadi kepentingan Iran. “Hasil pemilu presiden ini bukan urusan kami,” dan menambahkan bahwa kebijakan Iran tidak akan dipengaruhi oleh hasil pemilu Amerika.
Iran merasakan dampak sangat besar setelah Presiden Trump pada tahun 2018 menarik mundur Amerika dari perjanjian nuklir dengan Iran – yang juga disepakati dengan lima negara adidaya lainnya pada tahun 2015 – dan melakukan tekanan maksimum yang merontokkan perekonomian Iran serta menghentikan penjualan minyak mentah secara terbuka ke luar negara itu.
Capres Partai Demokrat Joe Biden mengatakan akan mempertimbangkan untuk kembali menyepakati perjanjian nuklir Iran itu dan kemungkinan memberi imbalan untuk membantu perekonomian Iran.
Sebelumnya Presiden Rusia Vladimir Putin, dalam sebuah acara di ibu kota Moskow, mengomentari pemilu presiden Amerika, khususnya pada kinerja Partai Demokrat dengan mengatakan, “Di dalam Amerika dan arena internasional, Partai Demokrat mengikuti pendekatan sosialis. Hal ini mengingatkan saya pada demokrasi sosial di Eropa. Mungkin jika hal ini disadari oleh tim Biden, akan ada keputusan tentang pengeluaran anggaran serius di bidang perlindungan kesehatan dan bidang sosial lain, seperti pendidikan.”
Berbeda dengan Iran dan Rusia, Korea Selatan dan Venezuela sangat menantikan hasil pilpres Amerika. Mengingat posisi Amerika sebagai sekutu terkuat Korea Selatan, hasil pilpres diperkiakan akan memengaruhi secara signifikan situasi politik di Semenanjung Korea. Seorang pakar Korea Utara, Shim Beom-cheol, yakin pemerintah Trump akan mempercepat upaya melangsungkan pertemuan lain dengan Korea Utara dibanding jika Biden yang memenangkan pilpres.
Sementara Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengatakan siapa pun yang memenangkan masa jabatan empat tahun ke depan, ia siap memulai babak baru dengan Amerika. “Kami memiliki kebijakan tunggal yaitu dialog, dialog dan dialog dengan siapa pun yang memenangkan pilpres Amerika.”
Pemerintah sosialis Venezuela memiliki hubungan yang tidak terlalu baik dengan Amerika dalam lima tahun terakhir ini. Dalam sikap untuk mengakhiri kepresidenan Maduro, Trump menutup kantor Kedutaan Besar Amerika di Caracas dan memberikan dukungan kepada pesaing Maduro, yaitu Juan Guaido, untuk memimpin Kongres Venezuela. Pemerintah Trump memberlakukan sanksi keuangan yang luas dan aparat penegak hukum Amerika mendakwa Maduro melakukan kejahatan narkoba serta siap memberikan hadiah 15 juta dolar untuk penangkapannya. [em/lt]