Sebuah pesawat bantuan mendarat di Singapura pada Rabu (22/5) dini hari, membawa sebagian besar penumpang dan awak pesawat jet Singapore Airlines yang terpaksa melakukan pendaratan darurat di Bangkok pada Selasa setelah mengalami turbulensi yang sangat parah.
Seorang pria Inggris berusia 73 tahun meninggal karena dugaan serangan jantung dalam insiden tersebut, dan sedikitnya 71 lainnya terluka.
Singapore Airlines mengatakan Penerbangan SQ321 sedang melintasi Cekungan Irrawaddy di Myanmar sekitar 10 jam setelah penerbangan dari London ke negara kota itu ketika tiba-tiba pesawat tersebut dihantam turbulensi parah.
Pesawat jet Boeing 777 itu turun dari ketinggian sekitar 11.300 meter menjadi sekitar 9.400 meter dalam waktu tiga hingga lima menit sebelum mendarat di Bangkok.
Para saksi mata menggambarkan adegan mengerikan di dalam pesawat selama turbulensi, dengan para penumpang terlempar dari tempat duduk dan kepala mereka terbentur ke kompartemen bagasi di atas tempat duduk mereka. Sebagian di antaranya sangat keras hingga panel-panelnya pecah dan masker oksigen darurat terjatuh.
Lebih dari 140 dari 211 penumpang dan awak Penerbangan SQ321 disambut oleh CEO Singapore Airlines Goh Choon Phong dan anggota keluarga mereka ketika mereka tiba di Bandara Changi di negara kota tersebut. Sekitar 79 penumpang dan enam awak pesawat masih berada di Bangkok, termasuk 71 orang yang dirawat di rumah sakit.
Warga negara Inggris yang meninggal telah diidentifikasi oleh BBC dan outlet berita lainnya sebagai Geoff Kitchen, yang aktif dalam teater amatir lokal. Dia sedang bepergian ke Singapura untuk liburan panjang bersama istrinya.
Goh meminta maaf kepada para penumpang atas “pengalaman traumatis” yang mereka alami melalui pesan video yang diunggah di media sosial dan menyampaikan belasungkawa kepada keluarga almarhum.
Daftar penumpang mencakup beberapa warga negara dari Australia, Inggris, Malaysia, Selandia Baru, dan Singapura.
Sebuah studi pada tahun 2021 yang dilakukan oleh Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS (U.S. National Transportation Safety Board/NTSB) menemukan bahwa turbulensi menyumbang lebih dari sepertiga kecelakaan pada maskapai penerbangan komersial antara tahun 2009 dan 2018.
Turbulensi, yang merupakan perubahan tekanan udara yang parah dan tiba-tiba, dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk pola cuaca yang tidak stabil yang memicu terjadinya badai. Yang paling berbahaya adalah turbulensi udara jernih yang sulit dideteksi. [lt/ab]
Forum