Tautan-tautan Akses

Beban Utang Bayangi Peringatan Kemerdekaan Sri Lanka Ke-76


Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin (tengah) duduk bersama Perdana Menteri Sri Lanka Dinesh Gunawaradane (kiri) dan ibu negara Maithree Wickremesinghe dalam perayaan Hari Kemerdekaan Sri Lanka ke-76 di Colombo, pada 4 Februari 2024. (Foto: AP/Eranga Jayawardena)
Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin (tengah) duduk bersama Perdana Menteri Sri Lanka Dinesh Gunawaradane (kiri) dan ibu negara Maithree Wickremesinghe dalam perayaan Hari Kemerdekaan Sri Lanka ke-76 di Colombo, pada 4 Februari 2024. (Foto: AP/Eranga Jayawardena)

Perdana Menteri Thailand Sretta Thavisin menjadi tamu kehormatan pada peringatan Hari Kemerdekaan Sri Lanka ke-76 pada Minggu (4/2) di saat negara kepuluan tersebut berjuang untuk keluar dari krisis ekonomi paling buruk yang pernah menimpanya.

Sretta bergabung dengan Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe dalam sebuah upacara sederhana yang digelar dekat lapangan terbuka di tepi pantai, yang mencakup parade militer dan aksi terjun payung. Hari libur tersebut memperingati kemerdekaan Sri Lanka dari kekuasaan Inggris pada 1948.

Sri Lanka mengumumkan pihaknya mengalami kebangkrutan pada April 2022 dengan utang lebih dari US$83 miliar, lebih dari setengahnya merupakan pinjaman dari kreditur asing. Kekacauan ekonomi telah menyebabkan krisis politik yang memaksa presiden sebelumnya Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri pada 2022. Parlemen Sri Lanka lalu memilih Wickremesinghe sebagai presiden selanjutnya.

Srettha tiba di Sri Lanka pada Sabtu (3/2) dan kedua negara menandatangani perjanjian perdagangan bebas yng bertujuan untuk meningkatkan perdagangan dan investasi.

Wickremesinghe mengatakan pada Sabtu bahwa Sri Lanka telah membuat progres yang signifikan dalam upaya stabilisasi ekonomi dan meminta bantuan Thailand untuk mengubah kondisi ekonominya yang babak belur dan kembali mendapatkan kepercayaan masyarakat internasional.

Sri Lanka menunda pembayaran kembali utang-utangnya pada 2022 karena negara tersebut tidak memiliki cukup mata uang asing untuk membayar impor bahan bakar dan sejumlah kebutuhan mendasar lainnya. Kekurangan tersebut berujung pada sejumlah aksi protes yang akhirnya mengubah pimpinan negara itu. Dana Moneter Internasional (IMF) lalu menyetujui program dana talangan selama empat tahun pada Maret tahun lalu.

Kondisi ekonomi Sri Lanka perlahan membaik di bawah pimpinan Wickremesinghe, dan kelangkaan bahan makanan, bahan bakar, serta obat-obatan sebagian besar telah teratasi. Namun, ketidakpuasan publik telah meluas terkait usaha pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dengan menaikan tarif listrik dan memberlakukan pajak penghasilan baru terhadap para pekerja profesional dan bisnis, sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk memenuhi syarat yang ditetapkan IMF.

Sri Lanka berharap dapat merestrukturisasi $17 miliar dari total utangnya dan telah mencapai sejumlah kesepatan dengan dengan beberapa kreditur asing. [jm/ka/rs]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG