Bank Indonesia mengatakan, Kamis (4/6), selalu bersiap mengintervensi pasar-pasar pertukaran mata uang dan obligasi untuk memastikan stabilitas, di saat rupiah hampir mencapai titik terendah selama 17 tahun terakhir terhadap dolar.
Risiko global dari kemungkinan kenaikan suku bunga AS serta melambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan inflasi tinggi telah menekan rupiah. Nilainya turun 6,5 persen tahun ini dan merupakan mata uang berkinerja terburuk di antara ekonomi-ekonomi baru Asia.
"Bank Indonesia akan memantau dan akan selalu ada di pasar untuk meredam fluktuasi-fluktuasi dalam tingkat pertukaran dan harga obligasi," ujar juru bicara Peter Jacobs, menambahkan bahwa rupiah telah melemah bersamaan dengan mata-mata uang Asia Tenggara lainnya di saat dolar AS menguat.
Rupiah melemah ke titik terendah dalam tiga bulan menjadi Rp 13.244 per dolar, Kamis, dan hanya berjarak dua poin dari titik terendah sejak Agustus 1998.
Rupiah mencapai titik terendah dalam 17 tahun bulan Maret dengan nilai Rp 13.245 per dolar AS.
Hasil obligasi 10 tahun, yang telah naik sejak Jumat, ada di 8,198 persen, tertinggi sejauh ini tahun ini.
Pada beberapa bulan terakhir, bank sentral telah mengeluarkan beberapa langkah baru untuk memperdalam pasar valuta asing Indonesia dan menstabilkan rupiah, termasuk melonggarkan aturan-aturan mengenai transaksi pertukaran mata uang dan menetapkan aturan perlindungan nilai untuk perusahaan-perusahaan Indonesia.
Larangan penggunaan dolar untuk semua transaksi lokal akan mulai berlaku 1 Juli.
Namun langkah-langkah tersebut kurang dapat mengatasi penurunan rupiah, yang tertekan oleh pertumbuhan ekonomi terlemah sejak 2009 dan inflasi tertinggi sejak Desember.
"Bukan situasi yang baik untuk terjepit antara pertumbuhan dan ekspor yang mengecewakan, melemahnya pasar saham, dan menghadapi kemungkinan peningkatan suku bunga AS tahun ini," ujar Philip Wee, ekonom mata uang senior di DBS, yang yakin rupiah dapat melemah sampai sekitar Rp 13.660 per dolar pada akhir tahun.