Bank Dunia menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk kawasan Asia Timur yang sedang berkembang dan Pasifik untuk 2017 dan 2018. Namun, Bank Dunia mengatakan perkiraan positif ini juga dibayangi oleh risiko seperti meningkatnya proteksionisme perdagangan dan ketegangan geopolitik.
Badan yang bermarkas di Washington ini mengharapkan kawasan Asia Timur dan Pasifik, yang mencakup China, akan tumbuh 6,4 persen di 2017 dan 6,2 persen di 2018.
Dalam proyeksi sebelumnya, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan 6,2 persen di 2017 dan 6,1 persed di 2018.
“Proyeksi ekonomi untuk kawasan itu tetap positif dan akan mendapat keuntungan dari membaiknya lingkungan eksternal serta permintaan domestik yang kuat,” kata Bank Dunia dalam laporan terbaru East Asia and Pacific Economic Update report, Rabu (4/10).
Namun, prospek tersebut menghadapi risiko dari meningkatnya proteksionisme perdagangan dan nasionalisme ekonomi, yang dapat meredam perdagangan global, serta kemungkinan eskalasi ketegangan geopolitik di kawasan ini, kata bank tersebut.
Meningkatnya perang kata antara Presiden Amerika Donald Trump dan Pimpinan Korea Utara, Kim Jon Un baru-baru ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang.
Hal ini bisa diikuti dengan gejolak di pasar finansial yang akan menghambat pertumbuhan di kawasan dan bisa memicu arus dana keluar, kata Bank Dunia.
Bank Dunia mengatakan bahwa pihaknya memperkirakan ekonomi China akan tumbuh 6,7 persen pada 2017 dan 6,4 persen pada 2018. Perkiraan sebelumnya adalah China tumbuh 6,5 persen pada 2017 dan 6,3 persen tahun depan.
Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan untuk beberapa negara di Asia Tenggara termasuk Myanmar dan Filipina, tapi menaikan perkiraan untuk Malaysia dan Thailand.
Ekonomi Myanmar diperkirakan akan tumbuh sebanyak 0.5 persentase poin untuk 2017 dan 2018, masing-masing menjadi 6,4 persen dan 6,7 persen.
“Proyeksi ini tidak memperhitungkan dampak jangka panjang dari ketidakamanan yang sedang berlangsung di Negara Bagian Rakhine, sejak akhir Agustus yang sudah dikecam oleh PBB sebagai “pembersihan etnis”, yang jika bertahan dapat memiliki dampak buruk yang signifikan dengan adanya perlambatan investasi asing." [fw/as]