Tautan-tautan Akses

Bahan Pangan Segar Rentan Terbuang di Tengah Pandemi


Pasokan bahan pangan segar berupa sayuran menumpuk di salah satu lapak pedagang pasar Gede Solo. (Foto : VOA/ Yudha Satriawan)
Pasokan bahan pangan segar berupa sayuran menumpuk di salah satu lapak pedagang pasar Gede Solo. (Foto : VOA/ Yudha Satriawan)

Terhentinya bisnis perhotelan, restoran, kantin sekolah, dan kantin perkantoran selama penerapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) virus corona, memukul perdagangan bahan pangan segar, seperti sayuran dan bumbu dapur segar. Pembatasan aktivitas mendorong konsumen untuk membeli makanan yang lebih awet. Para pedagang khawatir banyak barang dagangan yang membusuk dan akhirnya terbuang.

Para pedagang di pasar tradisional Solo mengaku sepi pembeli sejak penetapan KLB virus corona diberlakukan dua bulan lalu. Salah seorang pedagang sayur dan bumbu dapur, Samini mengatakan harga bahan pangan pokok turun drastis pun tak mampu mendongkrak penjualan.

Samini mengkhawatirkan dagangannya membusuk dan terbuang sehingga merugikan jualannya. "Semua harga sayuran dan bumbu dapur turun, tapi tidak ada pembeli. Sepi. Yang beli sepi banget. Paling banyak saat ini yang beli 10 kilogram. Padahal sebelum wabah corona minimal 40 kilogram dagangan terjual bahkan sampai ludes tidak ada stok," keluhnya.

Bahan Pangan Segar Rentan Terbuang di Tengah Pandemi
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:00 0:00

Hal senada diungkapkan Tami, seorang pedagang. Dia memilih berjualan bahan pangan yang sudah dimasak atau bahan lebih tahan lama dibandingkan sayuran segar, seperti beras, gula pasir, kedelai, dan minyak goreng. 'Kalau usaha saya masih lumayan meski hotel, restoran, kuliner libur atau tutup sementara karena wabah corona. Kebanyakan yang beli ibu rumah tangga, dipesan lewat online. Mereka sekalian stok pangan selama sepekan di rumah," jelasnya.

Kepala Dinas Perdagangan Pemkot Solo, Heru Sunardi,Senin (4/5) pekan lalu mengatakan penutupan sementara bisnis katering, perhotelan, restoran, dan sentra kuliner memukul usaha pedagang bahan pangan pokok, terutama sayuran.

Padahal, kata Heru, pasokan bahan pangan berasal dari daerah-daerah di Jawa Tengah melimpah. Demikian juga halnya dengan stok pangan. Pasokan beras untuk Solo biasanya didapat dari Klaten, Sukoharjo dan Sragen. Sedangkan cabai dari Blora.

“Masyarakat yang karena kesibukan dan mematuhi aturan pemerintah mencegah penyebaran virus corona, social distancing, tidak berkumpul atau berdesakan ini pelayanan di pasar tradisional tetap berjalan,” papar Heru.

Pedagang bahan pangan non sayuran berada di lapaknya. (Foto: VOA / Yudha Satriawan)
Pedagang bahan pangan non sayuran berada di lapaknya. (Foto: VOA / Yudha Satriawan)

Pemkot Solo mencatat ada 18 dari total 44 pasar tradisional di Solo, yang menjual bahan pangan. Sepinya pembeli membuat pedagang memutar otak mencari solusi bertahan hidup. Tukar menukar dengan dagangan lain sistem barter atau menerapkan penjualan online menjadi salah satu alternatif memenuhi kebutuhan hidup sementara selama masa pandemi dan mencegah pembusukan komoditas sayuran karena tak terbeli.

Kondisi berbeda terjadi pada bahan pangan pokok yang awet atau tahan lama untuk dikonsumsi. Harga bahan pangan tersebut justru berada di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), terutama untuk bahan pokok yang menjadi incaran masyarakat, seperti telur ayam dan gula pasir. Harga telur sempat menembus Rp 24 ribu per kilogram atau naik dua kali lipat. Harga gula pasir di pasaran mencapai Rp 18 ribu-Rp 22 ribu per kilogram, jauh di atas HET, yaitu Rp 12 ribu.

Operasi pasar Gula pasir yang disediakan pemerintah daerah sebanyak 4 ton di masing-masing lokasi sejumlah pasar tradisional, Sabtu (9/5), ludes terjual dalam hitungan jam meski pembelian dibatasi maksimal dua kilogram per orang. Antrean panjang dengan sistem jaga jarak dan wajib bermasker diterapkan mencegah penyebaran corona.

Sekretaris Daerah Pemkot Solo, Ahyani mengaku heran dengan tingginya harga gula pasir saat ini. "Operasi Pasar gula pasir ini sebagai bentuk respon tingginya harga gula di pasaran yang jauh di atas HET yang ditetapkan pemerintah. Ini demi membantu masyarakat karena gula pasir kan termasuk salah satu kebutuhan pangan pokok yang berdampak ke inflasi," komentarnya.

Suasana operasi pasar gula pasir di Solo, Sabtu (9/5) di tengah mahalnya harga komoditas pangan tersebut selama pandemi corona. (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)
Suasana operasi pasar gula pasir di Solo, Sabtu (9/5) di tengah mahalnya harga komoditas pangan tersebut selama pandemi corona. (Foto: VOA/ Yudha Satriawan)

Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) hingga 3 April 2020 menemukan sebanyak 34 provinsi menjual gula pasir konsumsi di atas HET. Kenaikan harga gula ini disebabkan kelangkaan pasokan dan tingginya permintaan konsumen.

Komoditas pangan lain yang banyak dicari masyarakat karena lebih awet, antara lain beras, kacang-kacangan kering, tepung, mie instan, telur, makanan kaleng, umbi-umbian, empon-empon, daging beku, dan bumbu dapur instan.

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengungkapkan sekitar 6.800 restoran dan 700 mal yang di dalamnya ada sentra kuliner memilih tutup sementara. Sedangkan bisnis katering dalam Asosiasi Perusahaan Jasaboga Indonesia (APJI) terdampak lebih dari 40 persen karena mengandalkan pernikahan, pertemuan, perkantoran, pabrik, dan acara-acara lainnya saat ini di mana kegiatan massa saat ini dilarang sementara demi mencegah penyebaran virus corona. [ys/ft]

Recommended

XS
SM
MD
LG