Pertarungan untuk memindahkan patung konfederasi Jendral Robert E. Lee di Richmond, Virginia, diperumit oleh sikap mereka yang menyumbangkan lahan untuk pendirian patung itu, yang tetap ingin mempertahankan patung itu. Gubernur Virginia bersama para aktivis Black Lives Matter ingin memindahkan patung itu karena menilainya sebagai simbol supremasi kulit putih. Lima puluh tahun lalu, skenario serupa terjadi di Macon, Georgia, di mana keturunan seorang tokoh yang menganjurkan pemisahan ras berupaya mencegah integrasi sebuah taman yang khusus diperuntukkan bagi warga kulit putih.
Jika kita melihat kartu pos tua dengan foto Baconsfield Park di Mason, Georgia, tampaknya taman itu merupakan tempat yang ideal. Ada kebun binatang, tempat bermain, pemandangan indah, kereta api mini dan main lain untuk anak-anak. Mary Anne Richardson mengenang masa kanak-kanaknya. “Saya dan abang saya sangat menikmati taman ini.”
Mary yang kini menjadi pensiunan guru menambahkan. “Saya masih bisa mengingat dengan tepat taman bermain, lapangan tenis, lapangan bola, bunga-bunga yang ada seperti kamelia, dogwood, azalea, mawar, iris, tulip dan bunga-bunga musim semi lainnya.”
Ia harus membayangkan hal itu karena hanya ini yang tersisa di Baconsfield Park.
Sejarawan di Mercer University, Douglas Thompson, mengatakan, “Menurut informasi dari tempat ini, ini adalah salah satu pilar untuk masuk ke taman.”
Saat ini lahan seluas 30 hektar di mana taman itu pernah ada, sudah menjadi perumahan, kompleks apartemen, bagian dari jalur transportasi antar negara bagian, dan bahkan semua pusat perbelanjaan. “Di sini sebenarnya merupakan pusat taman itu.”
Wasiat Sen. Bacon : Lahan Hanya Untuk Warga Kulit Putih
Lahan di mana taman itu pernah ada dipercayakan pada otorita kota Macon pada tahun 1914. Lahan ini merupakan sumbangan Senator Augustus Bacon, veteran konfederasi Perang Saudara.
Sejarawan di Middle Georgia Library, Muriel McDowell Jackson, mengatakan, “Wasiat itu mengatakan lahan ini secara eksklusif diperuntukkan bagi perempuan dan anak-anak warga kulit putih di kota Macon, dan ditegaskan bahwa kota ini tidak dapat mewujudkan maksud wasiat itu maka lahan tersebut harus dikembalikan kepada ahli warisnya.”
Muriel Jackson mengingat kembali cerita-cerita tentang neneknya yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan mengawasi anak-anak kulit putih di taman yang hanya diperuntukkan bagi warga kulit putih.
“Orang-orang yang belum lahir pada masa itu mengira taman tersebut hanya diperuntukkan secara eksklusif bagi perempuan dan anak-anak kulit putih, karena tidak ada warga dari kulit berwarna lain. Tetapi ada warga Amerika keturunan Afrika yang bekerja sebagai karyawan, juga mereka yang merawat anak-anak itu, dan lainnya,” kata Murel.
Awal berakhirnya Baconsfield datang ketika kota Macon berupaya mengintegrasikan taman itu pada awal 1960an. Kehancuran taman itu merupakan contoh seberapa jauh sebagian warga kulit putih mempertahankan ruang terpisah bagi mereka.
Sejarawan di Mercer University, Douglas Thompson, mengatakan, “Ada orang-orang di kota Macon yang mengatakan 'lebih baik taman itu hancur daripada ada orang dari kelompok kulit berwarna lain di sana.”
Putusan Mahkamah Agung Membuat Lahan Dikembalikan ke Keluarga
Kasus itu dibawa hingga ke Mahkamah Agung, yang memutuskan bahwa Baconsfield harus diintegrasikan. Ahli waris Baconsfield menuntut agar lahan itu dikembalikan kepada mereka karena integrasi taman itu melanggar syarat-syarat wasiat Senator Augustus Bacon. Setelah pertarungan sengit di pengadilan, yang berakhir di Mahkamah Agung, lahan itu dikembalikan kepada para ahli waris. Pada tahun 1972 mereka kemudian menjual lahan itu pada para pengembang. Profesor Thompson mengatakan, “Mengingat seluruh pembicaraan tentang menghapus sejarah.. faktanya ada sejarah yang dihapus dan warga kulit putih melakukan itu.”
Batu peringatan ini merupakan salah satu sisa Baconsfield Park. Batu ini berada di tempat yang tidak biasa, yaitu di African American Museum di kota Macon, Georgia.
Kurator museum itu, Jeffrey Bruce, mengatakan, “Rasisme merupakan bagian dari sejarah kita. Segregasi merupakan bagian dari sejarah kita. Penting untuk memiliki artefak ini, dan monumen ini membantu kita menyampaikan kembali cerita ini.”
Pemilik Lahan Sebelumnya Ternyata Kulit Berwarna
Sebenarnya ada satu kisah unik lain tentang Baconsfield Park.
“Jika mengkaji arsip tahun 1800-an, diketahui bahwa lahan ini sebenarnya merupakan milik seorang warga kulit berwarna, Solomon Humphries. Ketika ia meninggal, pihak keluarga menjualnya pada pengembang lahan.”
Kini, lahan di mana Baconsfield Park pernah ada, sudah benar-benar terintegrasi. Taman itu sendiri sudah sejak lama terlupakan. [em/jm]