Tautan-tautan Akses

Austria Tangguhkan Pendanaan untuk Bantuan Palestina, Meski Sekjen PBB Desak Dimulainya Lagi Dukungan


Pria Palestina menggunakan kursi roda untuk mengangkut kantong tepung yang didistribusikan oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA), di tengah konflik Israel-Hamas, di Rafah, selatan Jalur Gaza 29 Januari 2024. (REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa)
Pria Palestina menggunakan kursi roda untuk mengangkut kantong tepung yang didistribusikan oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA), di tengah konflik Israel-Hamas, di Rafah, selatan Jalur Gaza 29 Januari 2024. (REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa)

Austria, Senin (29/1) menjadi negara terbaru yang menangguhkan dana tambahan untuk badan bantuan PBB untuk urusan pengungsi Palestina, sehari setelah Sekjen PBB Antonio Guterres mendesak negara-negara agar memulai kembali pendanaan untuk membantu para pengungsi di Gaza yang sangat membutuhkan bantuan.

Kementerian Luar Negeri Austria mengeluarkan pernyataan yang meminta badan tersebut, UNRWA, dan PBB untuk ‘melakukan investigasi menyeluruh, cepat dan komplit terhadap berbagai tuduhan” bahwa selusin pekerja bantuan berperan dalam serangan Hamas terhadap Israel Oktober lalu.

Sedikitnya 10 negara, yang secara keseluruhan menyumbang 60 persen pendanaan UNRWA, telah menangguhkan bantuan mereka. Negara-negara tersebut mencakup AS, Australia, Inggris, Kanada, Finlandia, Jerman, Italia, Jepang, Belanda dan Swiss.

Norwegia hari Minggu mengatakan bahwa meskipun juga prihatin mengenai tuduhan-tuduhan itu, pihaknya akan terus mendanai badan tersebut.

“UNRWA adalah penyelamat bagi jutaan orang yang berada dalam kesulitan besar di Gaza maupun di kawasan yang lebih luas,” kata Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Eide dalam postingan di X.

Guterres memperingatkan bahwa tanpa pendanaan yang memadai untuk UNRWA, bantuan bagi 2 juta lebih orang Palestina di Gaza akan dikurangi sedini hari Kamis (1/2).

“Tindakan mengerikan yang diduga dilakukan para staf itu harus ada konsekuensinya,” kata Guterres dalam sebuah pernyataan. Ia menambahkan bahwa mereka dapat menghadapi dakwaan kriminal. Sembilan pekerja bantuan langsung dipecat, satu dikukuhkan tewas dan para pejabat sedang mengklarifikasi identitas dua lainnya.

Namun, kata Guterres, “Puluhan ribu orang lelaki dan perempuan yang bekerja untuk UNRWA, banyak di antaranya berada dalam situasi paling berbahaya bagi para pekerja kemanusiaan, tidak boleh dihukum. Kebutuhan luar bisa bagi populasi yang putus asa yang mereka layani harus dipenuhi.”

Israel segera menegur Guterres karena menyerukan dimulainya kembali bantuan untuk warga Palestina. Gilad Erdan, duta besar negara Yahudi itu untuk PBB mengatakan bahwa Guterres “membuktikan sekali lagi bahwa keamanan rakyat Israel tidak benar-benar penting baginya.”

“Setelah bertahun-tahun di mana ia mengabaikan bukti yang diserahkan kepadanya secara pribadi mengenai dukungan dan keterlibatan UNRWA dalam menghasut dan terorisme, dan sebelum ia melakukan investigasi komprehensif untuk menemukan semua teroris Hamas di dalam UNRWA, ia meminta pendanaan bagi organisasi yang sangat tercemar dengan terorisme,” lanjut Erdan.

Hamas telah ditetapkan sebagai organisasi teroris oleh AS, Inggris, Uni Eropa dan negara-negara lainnya. Israel mengatakan serangan kelompok itu pada 7 Oktober lalu menewaskan 1.200 orang.

“Setiap negara yang terus mendanai UNRW sebelum investigasi menyeluruh terhadap organisasi itu harus tahun bahwa uangnya mungkin digunakan untuk terorisme, dan bantuan yang akan ditransfer ke UNRWA mungkin sampai di tangan teroris Hamas bukannya rakyat Gaza,” kata Erdan.

Badan PBB itu memberikan layanan dasar, termasuk perawatan medis dan pendidikan, untuk keluarga-keluarga Palestina yang melarikan diri atau terusir dari apa yang kini menjadi Israel selama perang 1948 seputar berdirinya negara itu. Mereka kini tinggal di kamp-kamp pengungsi di Gaz, Tepi Barat yang diduduki Israel, Yordania, Lebanon dan Suriah.

Perselisihan mengenai dana bantuan Palestina muncul sewaktu dua pejabat senior AS mengatakan para perunding dilaporkan mendekati kesepakatan gencatan senjata yang akan menghentikan pertempuran Israel-Hamas selama dua bulan dan mengarah pada pembebasan sekitar 100 sandera lainnya yang ditawan Hamas di Gaza.

Berbagai persyaratan yang muncul mengenai kesepakatan itu akan menyerukan pembebasan sandera perempuan, lansia dan yang terluka dalam fase 30 hari pertama, tetapi rincian mengenai pembebasan sandera lelaki belum jelas. Kesepakatan mendatang itu juga menyerukan Israel agar mengizinkan lebih banyak lagi bantuan kemanusiaan memasuki Gaza.

Direktur Badan Intelijen Pusat AS Bill Burns hari Minggu bertemu di Paris dengan David Barnea, kepala dinas intelijen Israel Mossad, PM Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, dan kepala dinas intelijen Mesir Abbas Kamel untuk membahas kemungkinan gencatan senjata.

Lebih dari 100 sandera dibebaskan pada akhir November selama gencatan senjata sepekan dengan imbalan pembebasan 240 orang Palestina yang dipenjarakan oleh Israel. Tetapi sejak itu pertempuran berlangsung tanpa henti dan tidak ada lagi sandera yang dibebaskan.

Militer Israel, Senin (29/1) mengatakan melancarkan serangan udara di Khan Younis, Gaza Selatan, sementara itu operasi darat menewaskan militan di bagian tengah maupun utara Gaza.

Militer Israel juga mengatakan “seorang teroris melancarkan serangan menyeruduk” di dekat sebuah markas Israel di Israel Utara, kemudian pelaku ditembak tentara Israel setelah keluar dari mobil dan berusaha menyerang pasukan Israel dengan kapak.

Serangan balasan Israel setelah serangan Hamas 7 Oktober telah menewaskan lebih dari 26 ribu orang Palestina, menurut para pejabat kesehatan lokal. Serangan Israel itu juga menghancurkan wilayah yang luas di Gaza dan membuat hampir 85% populasi Gaza mengungsi. [uh/lt]

Forum

XS
SM
MD
LG