Budi daya rumput laut baru di Teluk Moreton di Queensland Australia, telah membuahkan hasil. Pembudidayaan rumput laut itu dikonsentrasikan di jaring-jaring panjang berbentuk seperti sosis.
Penelitian ini adalah bagian dari target untuk menemukan dan mendorong solusi baru produksi bahan makanan yang memiliki dampak lingkungan minimal.
Penelitian tersebut dipimpin oleh Urban Utilities dan University of the Sunshine Coast. Para ilmuwan di departemen riset rumput laut di universitas itu mengatakan, pertanian yang ada sekarang ini menyumbang 25 persen emisi gas rumah kaca global.
Rumput laut digunakan dalam banyak produk yang dapat dimakan dan produk-produk lainnya. Menurut para pendukung budi daya rumput laut, ini adalah industri yang siap berkembang.
Anne Hartley dari Urban Utilities mengatakan produksi rumput laut tampaknya berjalan baik. Hartley mengatakan, "Secara keseluruhan kami menanam sekitar 125 kilogram rumput laut, atau nilainya kira-kira setara dengan sekitar 10 ribu rol sushi.”
University of the Sunshine Coast bekerja sama dengan penyedia layanan air Urban Utilities untuk menumbuhkan sosis-sosis rumput laut terapung dengan menyisipkan tanaman yang masih kecil ke jaring plastik yang kemudian ditempelkan ke tali tempat membudidayakan tiram.
Peneliti University of the Sunshine Coast Nick Paul mengatakan pembudidayaan tiram tidak mudah dan perlu waktu cukup lama, sekitar tiga tahun. Karena perubahan iklim serta peningkatan suhu air meningkatkan risiko lebih banyak penyakit, mereka mencoba melakukan diversifikasi dengan komoditas lain.
Paul dan timnya yakin rumput laut memiliki banyak kegunaan di luar industri makanan. Ia menambahkan, "Kita tahu bahwa rumput laut dapat dijadikan pakan ternak. Bahkan ada orang yang menjajaki penggunaannya dalam kemasan ramah lingkungan.”
Suatu laporan analis bisnis AgriFutures Australia tahun 2021 mengklaim negara itu dapat membangun industri bernilai 1,5 miliar dolar Australia dari rumput laut. Industri ini dapat membuka lapangan kerja bagi 9.000 orang dan mengurangi gas rumah kaca hingga 10 persen.
Paul menjelaskan, "Untuk setiap ton rumput laut basah yang kami panen dari teluk, kami juga mengeluarkan sekitar satu setengah kilo nitrogen.”
Para peneliti mengatakan karena uji coba sekarang ini berhasil baik, mereka ingin mengetahui apakah pembudidayaan rumput laut layak secara komersial untuk jangka panjang.
Sekarang ini, menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, FAO, Indonesia adalah produsen rumput laut komersial terbesar. FAO mengatakan rumput laut telah dikonsumsi sejak abad ke-4 di Jepang. [uh/ab]
Forum